Rabu, 24 Desember 2008

Tim Penasehat Hukum Valentino Protes: Jaksa Menghadirkan Saksi yang Tak Relevan

Persidangan Keenam
Tim Penasehat Hukum Valentino Protes: Jaksa Menghadirkan Saksi yang Tak Relevan

Kabanjahe ( ) – Tim Penasehat Hukum dr Robert Valentino Tarigan SPd, yang diketuai oleh Kaliasa Sitinjak SH dengan anggota Nur Alamsyah SH, Afrizon Alwi SH dan Alfahmi Khairi Manurung SH, protes kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darbin Pasaribu SH yang menghadirkan saksi tak relevan. Itu terungkap dalam persidangan keenam Valentino-Sudarto, Selasa 10 Februari 2004 di PN Kabanjahe.
Sidang dimulai pukul 13.00 dan barakhir 15.10 Wib dengan Sudarto dan selanjutnya Valentino sebagai terdakwa. Ketika Sudarto sebagai tedakwa, saksi yang dihadirkan JPU hanya Tenov Sami, supir Sudarto. Sedang Djidin Sebayang, Wakil Bupati Tanah Karo dan Drs Frans E Sihombing, Wartawan SIB, tidak hadir.
Tak banyak yang terungkap dari persidangan Sudarto sebagai terdakwa. Sebab, kesaksian Tenov Sami, tak jauh beda dengan sidang-sidang sebelumnya.
Nah, saat Valentino sebagai terdakwalah, penasehat hukum protes kepada JPU. Pasalnya, JPU menghadirkan saksi-saksi yang tidak relevan. Ketiga saksi yang memberikan keterangannya, Drs Mangat Ginting, Camat Kecamatan Barusjahe, Surya Bakti Sembiring, Hansip Kantor Bupati Karo dan Karton Tarigan, Kepala Desa Barusjahe.
Saat Majelis Hakim yang diketuai Maringan Sitompul SH, dengan anggota Haran Tarigan SH dan Sutiyo SH, meminta saksi Mangat Ginting untuk menceritakan apa yang diketahuinya tentang perkara ini, dijawab: “tidak tahu masalah”. Mangat tahu peristiwa pendongan hanya dari pemberitaan koran.
Mangat pun menceritakan, waktu peristiwa itu terjadi, 15 Juli 2003, ia sedang sekolah di Medan. “Saya baru kembali ke Tanah Karo 27 September 2003,” katanya.
Mendengar itu, Alfahmi Khairi Manurung SH, salah seorang anggota Tim Penasehat Hukum Valentino, protes. “Jaksa Penuntut Umum kenapa menghadirkan saksi yang tidak relevan. Sehingga persidangan hanya mendapatkan keterangan yang sangat minim,” ungkapnya. “Tidak adakah saksi yang lebih pas?” tanya Afrizon Alwi SH pula.
Ketua Majelis menjawab, kesaksian mereka sesuai dengan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Polisi. Majelis Hakim pun menanyakan kepada JPU, apakah saksi lain sudah dipanggil, yang dijawab: “sudah”. Majelis Hakim memerintahkan kepada JPU agar pada persidangan berikutnya (17 Februari 2004), saksi Djidin Sebayang dan Frans E Sihombing dihadirkan.
Tak jauh beda dengan Mangat, dari Surya Bakti Sembiring dan Karton Tarigan – yang memberikan kesaksian secara terpisah pun -- hanya didapat keterangan sangat minim. Keduanya lebih banyak menjawab: “tidak tahu” atau “tidak ingat”.
Begitupun, Karton dan Mangat, sama mengatakan bahwa orang-orang di Desa Barusjahe Kecamatan Barusjahe, kecewa dengan bupati. yang tak bersedia mengeluarkan surat penutupan jalan, reboisasi dan pembuatan pabrik juice yang dijanjikan. Ini diketahui keduanya dari pembicaraan di warung-warung kopi yang ada di Barusjahe. Yang paling dikecewakan masyarakat – kata keduanya – soal pembukaan jalan itu, yang memudahkan terjadinya perambahan hutan.
Tetapi, saat Valentino menanyakan, apakah perambahan hutan ada di Deleng Ganjang Barusjahe, Mangat dan Karton mengatakan: “tidak ada”. Keduanya hanya mengetahui adanya pembukaan jalan yang dilakukan TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa), menghubungkan Desa Pertumbuken-Serdang.
Ketika Valentino bertanya kepada Mangat, kenapa jalan yang seharusnya bisa 3 km, tetapi kenyataannya dibuat menjadi 9 km, dijawab: “saya juga merasa aneh, tetapi tidak mengetahui apa tujuannya”. Mangat pun mengaku pernah meninjau pembukaan jalan tersebut, cuma tak menemukan adanya perambahan hutan. “Yang saya temukan adalah kayu-kayu kecil,” kata Mangat.
Soal ini, ketika wartawan mengkonfirmasikannya kepada Tim Penasehat Hukum Valentino kemarin di Medan, mengatakan akan melakukan peninjauan ke lapangan. “Dari peninjauan itu, akan dapat dilihat, apakah keterangan saksi sesuai atau hanya sekadar untuk menyelamatkan jabatan mereka,” tutur Tim Panasehat Hukum Valentino.
Hal lain yang terungkap di persidangan, Surya Bakti Sembiring menyatakan memang sering melihat kehadiran Sudarto di Kantor Bupati Karo. Cuma, ketika ditanya apakah pernah masuk ke ruang kerja bupati, Surya tidak mengetahuinya. Surya juga tidak mengetahui, kalau pada 15 Juli 2003 itu, Sudarto ada membawa pistol.
Ketiga saksi – sama memberikan keterangan – tidak mengetahui sama sekali peristiwa yang terjadi pada 15 Juli 2003 di teras kantor bupati itu. Dengan hadirnya ketiga saksi tersebut, berarti jumlah saksi yang telah dimintai keterangannya 12 orang.
dr Robert Valanetino Tarigan SPd yang selama ini dikenal sebagai pejuang lingkungan dan praktisi pendidikan, didakwa dengan Pasal 335, 310 dan 311. Sementara, Sudarto sendiri, didakwa dengan Pasal 335 saja.
Sebagaimana sidang-sidang sebelumnya, Sudarto alias Tan Aleng tetap membantah dakwaan penodongan. Kata-kata sebagaimana yang ada di dalam berita-berita media massa pun, tak pernah diucapkannya maupun Valentino. Sudarto mengaku, ia dan Valentino hanya bersalaman. Sudarto juga mengaku tak pernah melambaikan tangan memanggil Valentino, melainkan Valentinolah yang memanggilnya.
Diungkapkan, peristiwa penodongan Valentino itu terjadi pada 15 Juli 2003 di teras Kantor Bupati Karo. Kemudian, Valentino mengadu ke Poldasu, yang selanjutnya melimpahkan perkara ini ke Polres Tanah Karo. Dalam dakwaan jaksa, Sudarto dikenai pasal 335.
Berita-berita seputar penodongan ini kemudian meramaikan media-media massa. Merasa nama baiknya dicemarkan, Sudarto alias Tan Aleng ini pun balik mengadu. Atas pengaduan Sudarto itulah, Valentino didakwa melanggar Pasal 335, 310 dan 311. Bagaimana kisah selanjutnya, kita tunggu saja.
( ).

Tidak ada komentar: