Rabu, 17 Desember 2008

Gugatan Praperadilan Valentino Ditolak


Gugatan Praperadilan Valentino Ditolak
Pengacara: Hakim Masih Paradigma Lama


Sidang terakhir gugatan peraperadilan dr Robert Valentino Tarigan SPd berlangsung Senin (17/9) di Ruang Sidang 4 Pengadilan Negeri (PN) Medan. Sidang dengan hakim tunggal Dewa Putu SH tersebut, sudah dapat diduga, menolak gugatan Valentino. Hadir dalam sidang tersebut masyarakat luas, para wartawan, kuasa hukum Poldasu Budiman SH dan Didik SH, juga kuasa hukum Valentino seperti Afrizon Alwi SH, Irwansyah Gultom SH, Nur Alamsyah SH dan Kaliasa Sitinjak SH.
Usai sidang, Afrizon kepada wartawan mengemukakan, sejak awal pihaknya sudah mensuga gugatan akan ditolak. “Ini karena hakim masih berparadigma lama memandang bukti awal yang cukup,” tuturnya.
Katanya, berdasarkan bukti-bukti yang ditampilkan di persidangan, memperlihatkan lemahnya kasus sangkaan terhadap Pemohon. Terbukti Pelaku utamanya Baginda Panuturi Aritonang SH selama proses penyelidikan dan penyidikan, tidak pernah ditangkap dan ditahan di Poldasu, meskipun kini Tersangka/Terdakwa utama telah diserahkan berkasnya ke Kejaksaan. Selain itu, Sejumlah BAP saksi-saksi, termasuk Tersangka Utama, tidak satu pun membertakan Pemohon dalam penyidikan yang dilakukan oleh Para Termohon. Apalagi mengenakan Sangkaan Pasal 378 KUHPidana harus ada bukti yang cukup dalam bentuk kerugian material, sedangkan pihak Penyidik Polda Sumut hanya menduga dalam bentuk kerugian moril.
Oleh karena itu, terlalu sangat riskan, dan terlalu mengada-ada jika Penyidik mengklaim mengalami kerugian moril, sedangkan sumbangan material dan moral dalam bentuk persembahan hak intelektul sebagai sesuatu yang pantas dihargai oleh Termohon. Pemohon menilai, tindakan penyidik atau Termohon melakukan penyangkaan terhadap dr Robert Valentino masih dikulifisir sangat lemah, dan masih menunggu proses pemeriksaan persidangan perkara pokok. Dengan pemaksaan kehendak Para termohon melakukan penangkapan dan penahanan merupakan sesuatu yang absurd, dan terlalu dipaksakan dan dapat menjadi presedent negative dalam penegakan hukum di Polda Sumut.
Berdasrkan keterangan saksi Mahadi yang menerangkan: bahwa dia sudah bekerja selama 7 tahun di Bimbingan Test/Study “BIMA” dan bekerja pada bagian Percetakan. Dia mendapat perintah langsung dari Baginda Panuturi Aritonang SH, sebagai Manager di Bimbingan Test/Study “BIMA” untuk membuat dua (dua) rim Logo Polda Sumut pada Brosur Program Super Intensive Seleksi Bintara Polris 2006.
Mekanisme kerja mencetak brosur dan lain sebagainya di Bimbingan Test Bima, biasanya perintah Pimpinan dr Robert Valentino melalui Bagian Adminstrasi dengan didukung dengan Buku Kendali. Ternyata saat penctakan Logo Polda tersebut tidak melalui mekanisme biasanya, dan dia langsung mendapat perintah dari Tersangka Utama yakni Baginda Panuturi Aritonang SH sebagai Manager Bimbingan Test BIMA. Bukan diperintah langsung dari Pemohon dr Robert Valentino Tarigan SPd sebagai Pimpinan Bimbingan Test BIMA. Pembuatan Logo Poldasu pada Brosur tersebut di luar mekanisme dan ketentuan garis kebijakan yang ada di Bimbingan Test/Study “BIMA”.
Dewa Putu SH sedang membacakan putusan penolakan gugatan praperadilan dr Robert Valentino Tarigan SPd.Karena itu, kata Afrizon, langkah yang dilakukan Para Termohon tidak/belum sesuai dengan Motto: “Buktikan dulu baru pegang, bukan pegang dulu baru bukti” atas dugaan kuat yang disangkakan Para Termohon kepada Tersangka dr Robert Valentino, belum sesuai atau belum didasarkan dengan “bukti permulaan yang cukup” untuk menduga keras pemohon melakukan tindak pidana yang sedang disangkakan kepadanya.
Berdasarkan bukti dan fakta sebagaimana sejumlah BAP Tersangka Utama dan saksi-saksi yang ditampilkan Termohon dalam persidangan, belum kuat menempatkan Pemohon melakukan dugaan kuat melakukan delik, namun masih sebatas dicurigai melakukan delik. Apalagi saksi-saksi dengan tegas menyatakan bahwa Pemohon tidak terlibat dalam dugaan sangkaan sebagaimana disangkakan Para Termohon, artinya masih perlu pembuktian di persidangan pokok perkara.
Berbeda halnya menempatkan posisi tersangka dalam status penahanan, kadarnya lebih tinggi posisi tersangka dalam status penangkapan. Bukan lagi berdasarkan bukti permulaan yang cukup, justru harus didukung dengan bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP. Peningkatan kadar pembuktian sebagai status penahanan kiranya dapat dilakukan dengan penuh tanggungjawab berdasarkan ketetuan hak yang berlaku.

Ditegaskan, selain tidak memiliki dasar hukum yang kuat, untuk menentukan “bukti permulaan yang cukup” dan atau “bukti yang cukup”, harus berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP, yakni setidak-tidaknya adanya dua alat bukti yang pantas dijadikan bukti yang kuat di persidangan. Kalau hanya berdasarkan BAP Tersangka, Saksi-Saksi semata, belum bisa dijadikan alasan yang kuat, sebelum penyidik yakin dua alat bukti tersebut dapat dijadikan kekuatan pembuktian di persidangan.
Praperadilan ini sebagai tempat untuk menguji sah tidaknya Tersangka dalam status Penangkapan dan Penahanan. Berdasarkan bukti-bukti BAP yang dijadikan Termohon justru secara faktual disangkal langsung oleh Tersangka Utama, yakni Baginda Panuturi Arutonang SH. Secara tegas tersangka utama membantah jawaban Termohon yang prinsipnya menyebutkan bahwa Baginda Panuturi bekerjasama dengan mendapat persetujuan dari Pemohon.
“Tapi karena hakmi masih dengan paradigma lama, tidak punya keberanian moral untuk melakukan terobosan hokum, maka gugatan kita ditolak. Karena itu, kita akan mengambil langkah hokum beriktunya,” tandas Afrizon. HB.

Tidak ada komentar: