Kronologi Penodongan Valentino Hingga Kasasi yang Tak Jelas Juntrungannya
Ditodong dengan Pistol
Advokasi hutan yang dilakukan rakyat bersama dr Robert Valentino di Tanah Karo berujung ke pengadilan. Uniknya bukan persoalan kerusakan hutan – yang nota bene dilalukan secara ilegal – yang disidangkan di PN Kabanjahe tersebut, melainkan persoalan penodongan. Padahal peristiwa pendongan tersebut adalah dampak dari adovokasi hutan. Karena itu, persoalan kerusakan hutan yang berkenaan dengan illegal logging hingga sekarang tak juga dapat menjerat aktor intelektualnya. Kalaupun ada persoalan pecurian kayu yang sampai ke PN Kabajahe, terdakwanya hanya tukang sinso atau yang selevel.
Pada 15 Juli 2003, Sudarto menodongkan pistolnya ke arah perut kanan Valentino di teras Kantor Bupati Karo. Selanjutnya, penodongan itu diadukan Valentino ke Polres Tanah Karo. Karena kurang mendapat respon, Valentino kembali mengadu ke Poldasu. Karena locus de licty-nya di Tanah Karo, maka pengaduan dilimpahkan kembali ke Polres Tanah Karo. Dalam pada itu Sudarto pun mengadukan Valentino atas dasar pencemaran nama baik. Maka perkara ini disidangkan bersamaan (split) antara Sudarto sebagai terdakwa dan Valentino sebagai terdakwa.
Keberpihakan Penegak Hukum
Dalam Nota Pembelaannya yang dibacakan Valentino sendiri disebutkan keberpihakan Majelis Hakim, dan Para Penegak Hukum, khususnya Penyidik serta Penuntut Umum. Mengapa tidak, Valentino didakwa melanggar Pasal 335, 310 dan 311 KUHP (tiga pasal). Sementara, Sudarto yang menodong hanya didakwa dengan pasal 335 KUHP. “Apakah tidak ada pasal-pasal lain untuk mendakwanya (maksudnya Sudarto)? Ini suatu pembohongan terhadap publik,” tandas Valentino ketika itu.
Perkara pidana Regno: 274/Pid.B/2003/PN Kabanjahe tersebut, mulai disidangkan sekitar September 2003 dan pembacaan vonis 14 April 2004, dengan hasil bebas murni untuk Valentino dan bebas murni pula untuk Sudarto. Pada sidang pertama, Valentino dibentak-bentak oleh Majelis Hakim dan para wartawan tidak dibenarkan meliput jalannya persidangan, padahal itu adalah sidang terbuka.
Lalu, sesaat sebelum sidang kedua akan dibuka, Ken Nerton Wartawan Media Indonesia menemui Maringan Sitompul Kepala PN Kabanjahe, mohon izin agar rekan-rekan wartawan boleh meliput sidang terbuka itu. Semula Maringan menolak. Ken pun menjelaskan tentang UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang salah satu pasalnya menjamin kebebasan pers dan siapa yang menghalang-halangi tugas pers dapat dikenai tindak pidana, barulah sidang tersebut boleh diliput dan didokumentasikan.
Karena merasa keputusan pengadilan tak memenuhi rasa keadilan, Valentino meminta kepada Kejaksaan Negeri Kabanjahe untuk melakukan kasasi. Sebab, seandainya memang Sudarto tak terbukti melakukan penodongan, tentu Valentino yang harus divonis telah melakukan pencemaran nama baik. Atau sebaliknya, jika memang tak terbukti Valentino melakukan pencemaran nama baik, tentu Sudarto yang harus dihukum. Lalu, kenapa bisa bebas sama bebas?
Memori kasasi tertanggal 6 Mei 2004 diajukan ke PN Kabanjahe untuk diteruskan ke Mahkamah Agung, dan Kontra Memori Kasasi tanggal 13 Juli 2004, akte tanda terimamya, Jumat 23 Juli 2004, ditandatangani oleh Nirwan Sembiring SH. Yang menyerahkan Kontra Memori Kasasi adalah Kaliasa Sitinjak SH, Penasihat Hukum dr Robert Valentino Tarigan SPd.
Anehnya hingga September 2004 Permohonan Kasasi tersebut tak juga dikirimkan PN Kabanjahe ke Mahmakah Agung. Ketika Valentino, penasihat hukum dan rekan-rekan mempertanyakan kenapa belum dikirim, Nirwan Sembiring SH Panitera/Sekretaris PN Kabanjahe mengatakan, Juru Sita PN Kabanjahe tak masuk-masuk kantor sehingga Surat Pemberitahuan untuk Mempelajari Berkas Perkara yang wajib disampaikan kepada terdakwa tak ada.
Kepada Valentino, Nirwan mengatakan ia bekerja berdasarkan perintah atasan. Kalau atasan mengatakan jangan dikirim karena alasan juru sita tak masuk-masuk kantor, Nirwan mengaku hanya ikut saja. Lalu ketika Valentino mendesak, Nirwan memerintahkan agar mempertanyakan masalah itu kepada Kepala PN Kabanjahe Maringan Sitompul SH.
Setelah Valentino mempertanyakan hal tersebut kepada Maringan Sitompul, Kepala PN Kabanjahe ini berusaha mengelak. “Berapa rupanya Bapak dibayar maling kayu itu, sehingga untuk mengirimkan berkas kasasi saja tak bisa,” sergah Valentino ketika itu kepada Maringan Sitompul. Selanjutnya Kepala PN Kabanjahe meminta Valentino bersabar dan mempertanyakan masalah tersebut kepada Nirwan.
Merasa dibolak-balik sedemikian rupa, akhirnya Valentino mengatakan, jika memang Permohonan Kasasi tersebut tidak akan dikirim ke Mahkamah Agung, buatlah suratnya, biar jelas. “Hak Bapak untuk menjatuhkan vonis saya hormati. Tolonglah hak saya untuk kasasi juga Bapak hormati,” sergah Valentino.
Terjadi perdebatan sengit. Seiring dengan itu, supir pribadi Kepala PN Kabanjahe marah-marah, terkesan melarang Valentino dan kawan-kawan masuk ke kantor PN Kabajahe. Karenanya Valentino mengingatkan bahwa PN itu bukan kantor milik pribadi, melainkan milik negera, yang siapa pun pencari keadilan berhak memasukinya.
Saat Valentino mengemukakan bahwa kejadian itu akan ia lapor ke Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Sumatera Utara di Medan, supir pribadi Kepala PN Kabajahe menyatakan tidak takut. “Kepada yang lebih tinggi pun saya tidak takut,” tutur oknum supir Kepala PN Kabanjahe tersebut.
Akhirnya – setelah beradu argumentasi tentang hak meperoleh keadilan sesuai dengan perkataan Jaksa Agung bahwa keadilan untuk rakyat kecil jangan sampai dibeli oleh orang kaya dan para cukong – maka pada 3 November tersebut, PN Kabanjahe menyiapkan Surat Pemberitahuan untuk Mempelajari Berkas Perkara Nomor 274/Pid.G/2003/Pd.Kbj. Berkas yang ditandatangani Jhonny Heri Jonson Juru Sita PN Kabajahe tersebut, juga harus ditandatangani Valentino.
Mereka (pihak PN Kabanjahe) berjanji berkas Permohonan Kasasi itu paling lambat 11 November 2004 akan dikirim ke Mahkamah Agung. Tapi, hingga kronololgi ini disusun (2 Mei 2005) bagaimana nasib dari Permohonan Kasasi tersebut, tidak jelas juntrungannya.
Demikianlah kronologi advokasi hutan, pendongan Valentino hingga ke pengadilan serta kasasi yang mengendap lebih kurang 4 bulan di PN Kabanjahe dan hingga sekarang tak jelas juntrungannya. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar