Setahun Lebih Menunggu
Akhirnya Perambah Hutan Lindung Kacinambun Ditangkap Polres Tanah Karo
Akhirnya Perambah Hutan Lindung Kacinambun Ditangkap Polres Tanah Karo
Medan ( ) –“Setahun lebih saya dan tim menunggu, akhirnya Polres Tanah Karo berhasil menangkap tersangka penebangan kayu (tukang sinso) di Desa Kacinambun Kecamatan Tiga Panah, Tanah Karo.,” demikian dr Robert Valentino Tarigan SPd menjelaskan kepada wartawan di kantornya Jalan Bantam No 6 A Medan kemarin sehubungan dengan advokasi hutan yang dilakukannya beberap waktu lampau dan belakangan terkesan ‘diam’.
“Saya hanya menunggu momen yang pas. Sebab, jika pemerintahan tak berganti, sangat boleh jadi kasus illegal logging di Tanah Karo akan menjadi darg number (kasus gelap). Makanya begitu terjadi pergantian pemerintah, kasus pencurian kayu di Tanah Karo kita angkat kembali. Kebetulan pula Menteri Kehutanan kita Bapak MS Kaban begitu peduli dengan hutan,” jelas Valentino pula.
Diungkapkan, untuk hutan Kacinambun di Deleng Sibuaten, sudah diadukan ke Polres Tanah Karo pada 31 Agustus 2003. Baru bulan Oktober 2003, pelakunya Anthony Ginting alias Tole Ginting masuk DPO. “Padahal sang pelaku tetap berada di kampungnya. Maka begitu ada momen yang pas, tim meminta kesediaan Polres Tanah Karo untuk bersama-sama menjemput Anthony di Desa Air Mas Kecamatan Lau Baleng, sekitar 80 kilo meter dari Kabanjahe,” cerita Valentino.
Maka, katanya lagi, di Selasa (23/11) malam sekitar pukul 22.00 Anthony sudah berada di hadapan Juru Periksa Polres Tanah Karo Briptu Erik Depari. “Kepada juru periksa, Anthony mengaku menebang kayu di hutan lindung Sibuaten atas perintah Alamsyah Peranginangin. Oleh karena itu pada Rabu (24/11) pihak polres ‘menjemput’ Alamsyah ke Kantor Bupati Tanah Karo dan membawanya ke Markas Polres Tanah Karo untuk dimintai keterangan sehubungan dengan keterangan Anthony Ginting tersebut. Harapan kita, pihak kepolisian dapat membongkar sindikasi ini hingga actor of mind-nya alias dalang intelektualnya dapat dijebloskan ke dalam tahanan,” tekan Valentino.
Valentino mengisahakan, semula advokasinya tentang hutan bersama rakyat dimulai di Desa Juhar Kecamatan Juhar. Kemudian berlanjut ke Barusjahe Kecamatan Barusjahe. Rupanya, membaca berita-berita di media massa ikhwal advokasi hutan itu, menggerakkan hati masyarakat Desa Kecinambun Kecamatan Tiga Panah Tanah Karo. Mereka melaporkan perambahan hutan yang mengatasnamakan Coorporate Framing kepada Valentino.
Tentu saja – Valentino yang Pimpinan BT/BS Bima ini – tidak mau percaya begitu saja. Bersama rekan-rekan serta masyarakat Kacinambun, Pemuda Pelopor Tahun 2000 ini turun ke lokasi.
Minggu (31 Agustus 2003), saat embun masih menggantung di daun-daun pohon, Valentino dan rekan-rekan menuju Tanah Karo. Dari Medan, jarum jam menunjuk angka 7.00 Wib. Sampai di Pekan Tiga Panah, rekan-rekan dari Desa Kacinambun telah menunggu.
Tersebutlah Tangsi Peranginangin, Adil Peranginangin, B Peranginangin SH dan masyarakat Kacinambun lainnya, menyatu bersama robongan dari Medan. Jarum jam menunjukkan anggka 11.30.
Memasuki kawasan Coorporate Farming, dari kejauhan terdengar suara sinso (mesin pemotong kayu) bersahut-sahutan. Handycame dan tustel digital pun disiagakan. Terlihat hutan pinus yang sebagian besar meranggas berwarna cokelat, mendekati kematiannya. Diduga pinus-pinus itu diracun sehingga kering kerontang, yang pada akhirnya pihak “pencuri kayu” dengan leluasa akan merambahnya. Juga terlihat lahan-lahan gundul seakan menjerit minta perhatian.
“Hutan-hutan pinus ini ditanam oleh rakyat. Penanaman dilakukan pada 1960 dan 1976, tetapi kini telah dirambah oleh orang-orang yang haus uang dan kekuasaan,” tutur Tangsi Peranginangin, 78, pemuka masyarakat Kacinambun yang dibenarkan oleh B Peranginangin SH, Kuasa Hukum masyarakat Kacinambun dan Talinkuta ketika itu.
Dengan berjalan kaki, robongan menelusuri “perut” hutan Deleng Sibuaten Kacinambun. Ternyata, bukan hanya hutan pinus yang dirambah, hutan-hutan prima yang merupakan hutan lindung pun disinso. Terlihatlah kayu-kayu besar serta papan serta broti menunggu diangkut.
Ratusan ton kayu – yang sudah jadi papan maupun broti serta yang belum – memperlihatkan betapa masa depan petani Karo akan kian suram. “Mengapa tidak, perambahan ini akan membuat mata air mati,” tandas Tangsi Peranginangin lagi.
“Anehnya,” kata Tangsi Peranginangin pula, “lokasi yang dikelola itu bukan yang dibeli Bupati Karo kepada masyarakat Kacinambun, melainkan lokasi hutan pinus. Lokasi yang dibeli bupati, sampai saat ini belum dikelola,” tambah Tangsi.
Ketika jarum jam memperlihatkan angka 2,00 (14.00) Wib, sampailah rombongan ke anak sungai, tempat di mana suara sinso bergema. Terlihatlah dua orang sedang mengolah kayu-kayu besar menjadi broti dan papan. Sementara di tempat yang agak ke atas, terlihat pula tiga lelaki yang juga sibuk mensinso kayu-kayu.
“Kami hanya pekerja,” tutur Anthony Ginting, 40, yang dibenarkan oleh Herman. Pengakuan Ginting dan Herman, setiap satu ton kayu, mereka memperoleh upah Rp 500 ribu.
“Kami di sini baru tiga hari. Yang menugaskan adalah Bupati Karo Sinar Peranginangin. Kayu-kayu ini untuk pembangunan kawasan pertanian (maksudnya corporate farming – red),” ungkap Anthony pula.
Pengakuan keduanya (direkam di dalam CD – Compaact Disk), yang baru ditebang selama tiga hari berjumlah 2 ton. Penebangan-penebangan lainnya, tidak diketahui mereka.
Sementara, menurut Adil Perangin-angin yang juga turut ke lapangan, pada Sabtu (30 Agustus 2003) malam ada dua truk kayu ke luar dari lokasi itu. Namun mereka belum jelas jenis kayu apa yang dikeluarkan. “Yang pasti, kayu itu bukan pinus. Dengan demikian, kayu itu ternyata tidak saja dioloh di lokasi penebangan, tetapi sebagian dibawa ke luar untuk dijual ke panglong,” tutur Adil dan kawan-kawan.
Anggota Polres ke TKP
Setelah melihat kejadian di lapangan, Tangsi Peranginangin dan kawan-kawan didampingi rombongan dr Robert Valentino Tarigan SPd membuat pengaduan ke Polres Tanah Karo Minggu (31/8) sore itu juga. Pengaduan diterima piket jaga Pamapta. Atas pengaduan itu, piket jaga didampingi Ipda B Sitohang, Brigadir MA Ginting, Bribtu HP Bagariang dan Bribda Agus Putriadi bersepakat turun ke lapangan.
Di gelap malam, yang hanya diterangi sentir, para anggota Polres Tanah Karo yang didampingi rombongan dr Robert Valentino SPd itu, menyaksikan kayu-kayu yang berserak. Maka Ibda B Sitohang mengatakan, pencurian kayu itu jelas ada. “Namun kita belum dapat memastikan siapa pelakunya. Kita akan laporkan kepada Kapolres. Setelah itu, Kapolres akan menugaskan Serse untuk menindaklanjutinya,” urai Sitohang.
Senin siang (1 September 2003) ketika dikonfirmasi ulang, anggota Polres Tanah Karo membenarkan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan tim untuk menyikat para pelaku perambah hutan tersebut.
“Tapi, tunggu punya tunggu, hingga 2004 tak juga ada tanda-tanda seperti yang dijanjikan oleh pihak polres. Setiap kali ditanya, pihak Polres Tanah Karo mengatakan tersangkanya sudah masuk DPO. Jawaban yang klise itu nyaris membuat saya frustasi. Mengapa tidak, setiap kali bertemu warga Lau Balang, mereka mengatakan Anthony kalau tak di kampung pasti ke Medan untuk bekerja. Begitu pemerintahan baru, harapan baru pun muncullah. Seiring dengan tertangkapnya Anthony dan diperiksanya Alamsyah, kita berharap akan membuka tabir keterlibat orang-orang penting di Pemkab Tanah Karo,” harap Valentino.
( ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar