Rabu, 24 Desember 2008

FK Pengacara 61: Jangan Lakukan Pembohongan Publik

Persidangan Kelima Valentino-Sudarto
FK Pengacara 61: Jangan Lakukan Pembohongan Publik

Medan ( ) – “Diharapkan saksi-saksi yang berstatus pegawai Pemkab Tanah Karo memberikan keterangan yang benar, jangan melakukan pembohongan publik,” demikian Alfahmi Khairi Manurung SH dari FK (Forum Komuniklasi) Pengacara 61, mengungkapkan kepada wartawan di kantornya Jalan Bambu No 30 A Medan kemarin menanggapi persidangan kelima Valentino-Sudarto. Sidang kelima tersebut berlangsung Selasa 3 Februari 2004 di PN Kabanjahe menghadirkan tiga orang saksi.
Dengan hadirnya ketiga saksi tersebut, berarti jumlah saksi yang telah dimintai keterangannya 9 orang. Dari kesembilan saksi – termasuk Sudarto sendiri – tak satu pun sesuai dengan apa yang didakwakan kepada Valentino. Saksi sebelumnya: Rail Ginting, Wartawan Perjuangan, Thomas Tarigan (staf pengajar), Jakaria Tarigan (petani), Rifin Tarigan (petani) dan Tenov Sami (supir).
dr Robert Valanetino Tarigan SPd yang selama ini dikenal sebagai pejuang lingkungan dan praktisi pendidikan, didakwa dengan Pasal 335, 310 dan 311. Sementara, Sudarto sendiri, didakwa dengan Pasal 335 saja.
Mengamati jalannya persidangan, kata Alfahmi, terkesan saksi-saksi yang berstatus pegawai Pemkab Tanah Karo melakukan pembohongan publik. “Makanya kita mengimbau Pemkab Karo mengingatkan mereka agar memberikan keterangan yang sebenarnya kepada masyarakat maupun persidangan. Sehingga Pemkab Karo dapat mewujudkan martabat dan wibawanya sebagai penguasa di Tanah Karo, jangan sampai yang terjadi sebaliknya,” papar Alfahmi.
Di persidangan kelima ini saksinya adalah Ir Juki Tarigan, Ir Ferdinand S Deparai dan Diana br Ginting. Saat Valentino sebagai terdakwa, terungkap bahwa Sudarto adalah pengusaha kayu. Ketika itu, Ir Juki Tarigan mengakui bahwa Sudarto mempunyai izin menembang kayu di Siosar sejumlah 100 hektar. Saat ditanya Afrizon Alwi SH, Pengacara FK 61, tahun berapa, Juki mengatakan: lupa.
Sementara, hutan Siosar telah rusak sejumlah 1.300 hektar. Ini diketahui saat kunjungan Kadis Kehutanan Sumut Ir Prie Supriadi MM dan Ketua Komisi II DPRD Sumut Victor Simamora, wartawan serta Valentino dan rombongan lainnya pada 20 Oktober 2003 lampau. Padahal, Siosar merupakan hutan reboisasi yang penebangannya harus seizin Menteri Kehutanan.
Sidang dimulai pukul 13.00 dan berakhir pukul 15.30 diawali Sudarto sebagai terdakwa, yang saksinya juga ketiga orang tersebut. Ketiga saksi sama menyatakan bahwa Valentino adalah orang baik. Malah Juki Tarigan, usai memberikan kesaksiannya, menyalami terdakwa Valentino.
“Saya tak melihat Valentino dan Sudarto bertengkar. Keduanya hanya bersalaman,” demikian keterangan Ir Juki Tarigan dan Ir Ferdinan S Depari. Tapi, keduanya mengakui bahwa Sudarto ada membawa pistol. Juki pun mengaku, kalau antara Sudarto dan Valentino memang tidak saling mengenal. Sementara, Diana tak mengetahui persitiwa yang terjadi di teras kantor bupati. Ketiganya mengetahui adanya penodongan, setelah membaca surat kabar.
Yang terungkap lainnya dalam persidangan, Djidin Sebayang, Wakil Bupati Karo disebut ingin membeli pistol. Pengakuan ini dinyatakan oleh Diana br Ginting, saat Valentino maupun Sudarto sebagai terdakwa.
Kata Diana, pada 15 Juli 2003 itu, Sudarto yang berjas kuning menanyakan, apakah Djidin ada tamu. Dijawab tidak. Lalu, Sudarto pun masuk ke Ruang Kerja Wakil Bupati Karo tersebut. Kemudian, Sudarto ke luar dari ruang kerja Djidin dan meminta pada Diana untuk mengambilkan pistolnya di mobil yang dijaga supir.
Diana pun memenuhi permintaan itu. Tetapi, ketika bertemu dengan sang supir – Tenov Sami – pistol itu tak diperkenankan dibawa Diana. Tenov Samilah yang mengatarkan pistol ke ruang kerja Djidin Sebayang.
Oleh Alfahmi ditanya, saksi Diana sebenarnya Ajudan Wakil Bupati Tanah Karo atau Ajudan Sudarto. Saksi Diana kelihatan gelisah diikuti riuh persidangan.
“Melihat kenyataan ini, betapa kuatnya pengaruh Sudarto di Pemkab Tanah Karo, sehingga tanpa sungkan memerintahkan Diana untuk mengambil pistol di mobil Sudarto. Padahal yang memberi izin menebang hutan adalah pemkab dengan rekomendasi Dinas Kehutanan Tanah Karo. Ada apa, kok Sudarto seperti berkuasa penuh di Tanah Karo sehingga dapat pula membawa pistol sesukanya?” tanya Fahmi.
Persidangan kelima ini tetap dipimpin Hakim Ketua Maringan Sitompul SH, Hakim Anggota Haran Tarigan SH dan Sutiyo SH serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darbin Pasaribu SH, dan Panitera Ukurken Ginting SH. Saksi yang belum hadir, Surya Bakti Sembiring, Maju Ginting, dan Drs Frans S Sihombing.
Dalam pada itu, Penasehat Hukum Valentino: Kaliasa Sitinjak SH, Nur Alamsyah SH, Afrizon Alwi SH dan Al Fahmi Khairi Manurung SH, ketiga nama terakhir dari FKP (Forum Komuninkasi Pengacara) 61. Penasehat Hukum Sudarto Chan Wai Khan SH dan Lihardo Sinaga SH.
Sebagaimana sidang-sidang sebelumnya, Sudarto alias Tan Aleng tetap membantah dakwaan penodongan. Kata-kata sebagaimana yang ada di dalam berita-berita media massa pun, tak pernah diucapkannya maupun Valentino. Sudarto mengaku, ia dan Valentino hanya bersalaman. Sudarto juga mengaku tak pernah melambaikan tangan memanggil Valentino, melainkan Valentinolah yang memanggilnya.
Diungkapkan, peristiwa penodongan Valentino itu terjadi pada 15 Juli 2003 di teras Kantor Bupati Karo. Kemudian, Valentino mengadu ke Poldasu, yang selanjutnya melimpahkan perkara ini ke Polres Tanah Karo. Dalam dakwaan jaksa, Sudarto dikenai pasal 335.
Berita-berita seputar penodongan ini kemudian meramaikan media-media massa. Merasa nama baiknya dicemarkan, Sudarto alias Tan Aleng ini pun balik mengadu. Atas pengaduan itu, Valentino didakwa melanggar Pasal 335, 310 dan 311. Bagaimana kisah selanjutnya, kita tunggu saja.
( ).

Tidak ada komentar: