Sidang Kesembilan Kasus Penodongan
Anggota Tim Pembela: Ini Sidang Terselebung
Valentino Meneteskan Air Mata Saat Membacakan Pledoi
Anggota Tim Pembela: Ini Sidang Terselebung
Valentino Meneteskan Air Mata Saat Membacakan Pledoi
Medan ( ) – “Prinsip persidangan untuk umum, sepertinya tak dihiraukan oleh Majelis Hakim PN Kabanjahe. Valentino sebagai korban diabaikan begitu saja. Maka wajar, kalau kita mengatakan, ini sidang alip-alipan atau terselubung, yang kepentingannya juga terselubung,” demikian Alfahmi Khairi Manurung SH dan Afrizon Alwi SH kemarin menanggapi persidangan penodongan Valentino, yang terdakwanya Sudarto alias Liong Cie Leng. Sidang yang mendengarkan pledoi terdakwa (Sudarto) itu digelar di PN Kabanjahe, 16 Maret 2004 pukul 10.00 – 11.00 Wib.
Alfahmi dan Afrizon dari Tim Pembela Valentino di kantornya Jalan Bambu 30 Medan mengungkapkan, biasanya – sejak yang pertama hingga persidangan kedelapan – digelar pukul 12.00 Wib ke atas dan disidangkan beriringan antara Valentino atau Sudarto sebagai tedakwa. Artinya, kalau Sudarto lebih awal sebagai terdakwa, kemdudian dilanjutkan dengan Valentino. Begitu juga sebaliknya, jika Valentino lebih awal sebagai terdakwa, selanjutnya Sudarto.
“Tapi pada persidangan kesembilan ini, terkesan di luar kebiasaan. Sidang dimulai pukul 10.00 Wib dan selesai pukul 11.00 Wib. Valentino sebagai korban, tak pernah diberitahu kalau sidang tersebut digelar lebih cepat dari sebelumnya,” papar Afrizon dan Alfahmi pula.
Maka, sangat wajar, kalau rastusan masyarakat yang akan menghadiri sidang, merasa kecewa. Sesampainya di halaman PN Kabajahe, mendapat kabar kalau sidang Sudarto telah usai digelar, masyarakat memperlihatkan kekesalannya dengan bernyanyi-nyanyi, selanjutnya makan siang bersama.
Tim Pembela Valentino yang diketuai Kaliasa Sitinjak, dengan anggota Nur Alamsyah SH, Afrizon Alwi SH dan Alfahmi Khairi Manurung SH melanjutkan membacakan pledoi yang intinya agar Valentino dilepaskan dari segala dakwaan.
Sebelumnya, Valentino membacakan Nota Pembelaan pribadinya. Usai sidang Valentino sebagai terdakwa yang dimulai pukul 13.15 dan selesai 16.00, ratusan masyarakat yang umumnya ibu-ibu, tetap bertahan di PN Kabanjahe tersebut. Ada yang duduk di halaman depan, ada pula di ruang bagian dalam PN Kabanjahe. Puluhan pertugas kepolisian melakukan pengawalan. Lagu-lagu pun terus dilantunkan dengan memukul-mukul jirigen kosong, pengganti gendang.
Sidang Valentino, mendengarkan Nota Pembelaan Perkara Pidana No 274/Pid.B/2003/PN-Kbj. pribadi dan dari Tim Pembela. Nota Pembelaan Valentino pribadi setebal 6 halaman polio satu spasi itu, dibacakannya dengan sangat intens, sehingga tanpa dapat ditahan, air mata duka menetes di kelopak mata Pimpinan BT/BS Bima ini. Para hadirin pun ikut pula dalam keharuan tersebut. Ada pula yang sesenggukan panjang.
“Peradilan atas diri saya sekarang ini karena melakukan advokasi atau perlindungan terhadap hutan-hutan di Kabupaten Karo. Maka, sebagai bentuk perlawanan atas gerakan yang saya bangun itu, ada kekuatan – terutama yang berkepentingan dengan mafia pencurian kayu atau penebangan hutan secara liar (illegal logging) – melakukan langkah-langkah rekayasa guna menjerat saya di persidangan ini,” demikian Valentino.
Kata Pimpinan BT/BS Bima tersebut, ada upaya-upaya dari pihak penyidik menekan, agar mau berdamai dengan orang yang menodongnya. Hal itu, dilakukan dengan berbagai cara, dari intimidasi sampai tawaran uang. “Saya menolak tawaran ‘berdamai’ itu. Akibatnya, dicarilah daya upaya agar menjadikan saya sebagai tersangka, dan saat ini terdakwa,” tandas Valentino.
Padahal, katanya lagi, bagi masyarakat Karo, hutan adalah “laut”, yang dengannya mereka tidak saja menggantungkan hidup, pun membangun peradaban. Orang Karo, tak kan dapat hidup tanpa hutan. Kalau udara dikatakan sebagai nafas kehidupan, air – bagi masyarakat Karo, juga kita semua – adalah sumber kehidupan.
Pertanian yang membangun peradaban masyarakat Karo, sangat bergantung pada air. Tanpa air, masyarakat Karo akan kehilangan sumber kehidupannya. 126 titik air yang ada di Karo, akan rusak, bahkan musnah, bila hutan-hutan dibabat habis.
Selanjutnya, Valentino memamaparkan tentang 9 titik pencurian kayu di Tanah Karo yang modus operadinya, pembukaan jalan, lahan dan lainnya, termasuk di Siosar dengan PT Kastil Kencana Pimpinan Sudarto. Siosar, merupakan hutan lindung konversi, yang izinnya harus dari Menteri Kehutanan tetapi dibabat habis hingga porak-poranda. Padahal Siosar merupakan sumber mata air terjun Sipiso-piso yang mengalir ke Danau Toba. Sehingga apabila hujan lebat di Tanah Karo, maka air Danau Toba pun akan meluap karena akar-akar yang menyerap dan menyimpan air tidak ada lagi. Air hujan tumpah langsung ke Danau Toba, sebagai daerah yang paling rendah.
Dalam pada itu, diungkapkan, peristiwa penodongan di teras Kantor Bupati Karo pada 15 Juli 2003 itu karena advokasi lingkungan yang membuat para maling kayu terganggu. Berita-berita tentang penodongan itu, meramaikan media massa. Merasa terusik, Sudarto balik mengadukan Valentino dengan pasal pengancaman, pencemaran nama baik dan membuat perasaan tidak senang.
Pada 27 Juli 2003, Valentino mengadukan penodongan itu ke Polda Sumatera Utara. Oleh Poldasu – karena locus delcty-nya di Tanah Karo – kasus ini dilimpahkan ke Polres Tanah Karo.
“Rupanya, Sudarto kembali mengadukan saya dengan tuduhan telah melakukan pengancaman, mencemarkan nama baik dan membuat perasaan tidak senang. Maka saya didakwa dengan Pasal 335, 310 dan 311. Sementara, Sudarto yang saya adukan, hanya didakwa dengan Pasal 335 saja.”
Kata Valentino, dari fakta-fakta yang terungkap, akar masalah sebenarnya adalah berita yang diterbitkan beberapa harian/surat kabar terbitan Medan, sehingga jika dari awal proses pemeriksaannya dilakukan secara fair play, maka sesungguhnya ini menyangkut delik pers, bukan perbuatannya.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, saya minta Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini menolak surat Dakwaan Penuntut Umum atau menyatakannya Batal Demi Hukum dan selanjutnya melepaskan saya (terdakwa) dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. Sudarto sebagai penodong saya, harus menerima hukuman yang setimpal dengan perbuatannya. Atau, kalau memang saya dianggap merekayasa kasus ini, silahkan jatuhkan vonis. Kalau vonis saya dan Sudarto sama-sama bebas, buat apa kita melaksanakan persidangan yang melelahkan ini. Lebih baik saya menerima tawaran ‘berdamai’ dari Sudarto,” tandas Valentino.
Yang pasti, kata Valentino pula, bagi seorang aktivis yang bergerak di jalan kebenaran, penjara hanya mampu mengurung fisik, tidak jiwanya. Sebab, jiwa manusia merdeka tak dapat dipasung oleh apa dan siapa pun, ia tetap berada di alam bebas.
( ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar