Rabu, 24 Desember 2008

Hujan Deras di Karo, Banjir Kayu di Bukit Lawang



Seminar di Tiara
Pemberantasan Illegel Loging Paling Efektif Melibatkan Masyarakat Setempat

Medan ( ) – Langkah yang paling efektif dalam pemberantasan illegal logging (pencurian kayu) adalah dengan melibatkan masyarakat setempat. Demikian terungkap pada seminar yang diselenggarakan Yayasan Peduli Hutan Sumut bertajuk Pemberantasan Illegal Logging di Sumut, Sabtu (19/2) di Tiara Convention Hall Medan.
Pembicara dalam seminar tersebut Ir Farimansyah mewakili Kepala Dinas Kehutanan Tk I Sumut, Dr Muchtar Effendi Harahap, tokoh LSM NSAS (Jaringan Studi Asia Tenggara) dari Jakarta, dan dr Robert Valentino Tarigan SPd Pimpinan BT/BS Bima Medan.
Jika hanya berpatokan kepada undang-undang dan peraturan yang ada, menurut Farimansyah, pihaknya punya keterbatasan. Makanya diperlukan keterlibatan masyarakat setempat sehingga tekanannya lebih kuat.
Muchtar malah lebih ekstrim lagi, illegal logging tidak dapat dipecahkan tanpa tekanan dari masyarakat. Untuk itu ia mencontohkan apa-apa yang sudah dilakukan Menteri Kehutanan MS Kaban. “Kaban sudah melaporkan nama-nama pencuri kayu ke Kejaksaan Agung. Tapi hingga sekarang belum terlihat hasilnya. Makanya diperlukan presuare (tekanan) dari masyarakat setempat. Untuk itu Dinas Kehutanan diminta bersedia menjadikan masyarakat sebagai steakholder,” harap Muchtar.
Seiring dengan itu, dr Robert Valentino mengungkapkan kasus di Kabupaten Tanah Karo yang terdiri dari 13 Kecamatan dengan luas 212.725 hektar. “30 persen lebih dari luas itu adalah kawasan hutan. Namun kini kondisi hutannya sudah porakporanda. Salah satu wilayah perambahan hutan tersebut adalah Siosar Kecamatan Merek dan Kacinambun. Segenap warga daerah ini menuntut para pelaku kerusakan itu segera ditangkap dan diseret ke meja hijau. Ironisnya, yang ditahan hanyalah tukang potong kayu saja. Aktor intelektualnya tetap saja tak tersentuh,” tandasnya.
Valentino mengungkapkan, hutan lindung Siosar dirusak oleh PT K milik S. Padahal Siosar merupakan hutan konversi. Pada tahun 2002, PT K mendapat izin penebangan 100 hektar dari bupati. Kemudian pada tahun 2003 juga 100 hektar. Yang mereka usulkan kepada Menteri Kehutanan 2600 hektar. Meski izin dari Menteri Kehutanan tidak ke luar tapi mereka merambah terus maka terjadi kerusakan sedikitnya 800 hektar.
“Uniknya Polres Tanah Karo pada 3 Februari 2005 mengirim surat kepada Ketua Forum Petani Karo Suli Ginting, yang salah satu poinnya menyebutkan penebangan yang dilakukan sesuai dengan izin. Polres merujuk kepada keterangan saksi ahli Maringan Samosir ST, 42, Staf Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah I Medan. Kenapa bisa demikian?” Valentino dalam nada tanya.
Valentino mengungkapkan, ia masuk ke Siosar bersama masyarakat pada 8 Agustus 2002. Saat itu, terlihat petugas berpakaian seragam menjaga tempat tersebut. “Kalau tim tidak masuk, hutan itu pasti habis. Padahal, dua aliran sungai yang menuju Danau Toba, berasal dari sini. Makanya sekarang, kalau hujan di Karo, debit air Danau Toba naik, rusaklah sawah ladang masyarakat. Kalau dia menyusut, maka ketinggalan pasir di sawah-sawah ladang di pesisir Danau Toba.
Pada 14 Oktober 2003 telah dilakukan pertemuan di Kantor DPRD SU, antara Komisi I, II, pihak Pemkab Karo, DPRD Karo, masyarakat, Valentino, dan undangan lainnya. Ketika itu ditetapkan pada Rabu, 20 Oktober dilakukan peninjauan.
“Victor saat meninjau di Siosar dan Kacinambun ketika itu mengatakan kepada wartawan Poldasu harus menangkap S. Kalau tidak, akan diadukan ke Mabes Polri. Peninjauan perambahan hutan di Kacinambun dan Siosar pada 20 Oktober 2003 dan permintaan Victor tersebut telah disiarkan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) 22 Oktober 2003. Tapi hingga sekarang, S aman-aman saja,” beber Valentino.
Disebutkan, karena Valentino mengadukan penodongan terhadap dirinya tersebut, ia pun diadukan pula oleh Sudarto karena mencemarkan nama baik dan mengancam. Valentino didakwa dengan pasal yang berlapis 335, 310 dan 311 KUHP. Padahal, Sudarto yang menodongnya dengan pistol hanya didakwa dengan pasal 335 KUHP saja.
dr Robert Valentino Tarigan SPd sedang menjelaskan tentang perambahan hutan di Siosar dan Kacinambun Tanah Karo semberi memperlihatkan CD (compact disk). Ir Farimansyah (duduk sebelah kanan) serta panitia ( ). “Ironisnya vonis untuk saya dan Sudarto sama, sama-sama bebas. Tidakkah putusan ini sekadar dagelan hukum saja? Karena itulah, saya minta Kejaksaan Negeri Kabanjahe melakukan kasasi,” urainya.
Jika demikianlah kenyataannya, Valentino pesismis dengan perjuangan mewariskan mata air kepada anak cucu akan berhasil. “Justru kita hanya akan mewariskan mata air kepada anak cucu,” ungkapnya prihatin. ( ).

2 komentar:

Anonim mengatakan...

Wah., penebang nya za yg makin banyak,. yg tanam hampir ga ada. ,saya mau tanam tp sgt sulit utk mendpt bibit pohon. ironi

Anonim mengatakan...

Salam !
saya bertempat tinggal d Kabanjahe pak. yg mau saya tanyakan,. "apa benar ada program pemerintah ,mendanai perhutanan rakyat? (termasuk upah rawat hutan setiap tahunnya). terimakasih.