Rabu, 24 Desember 2008

Hutan Lindung Kacinambun Dirambah

Hutan Lindung Kacinambun Dirambah
Masyarakat Mengadu ke Polres Tanah Karo


Tanah Karo ( ) – Membaca berita-berita di media massa ikhwal advokasi hutan yang dilakukan masyarakat Barusjahe Kecamatan Barusjahe didampingi dr Robert Valentino Tarigan SPd, ternyata menggerakkan hati masyarakat Desa Kecinambun Kecamatan Tiga Panah Tanah Karo. Mereka melaporkan perambahan hutan mengatasnamakan Coorporate Framing kepada Robert.
Tentu saja – Robert yang Pimpinan BT/BS Bima ini – tidak mau percaya begitu saja. Bersama rekan-rekan serta masyarakat Kacinambun, Pemuda Pelopor Tahun 2000 ini turun ke lokasi.
Minggu (31/8), saat embun masih menggantung di daun-daun pohon, Robert dan rekan-rekan menuju Tanah Karo. Dari Medan, jarum jam menunjuk angka 7.00 Wib. Sampai di Pekan Tiga Panah, rekan-rekan dari Desa Kacinambun telah menunggu.
Tersebutlah Tangsi Peranginangin, Adil Peranginangin, B Peranginangin SH dan masyarakat Kacinambul lainnya, menyatu bersama robongan dari Medan. Jarum jam menunjukkan anggka 11.30.
Memasuki kawasan Coorporate Farming, dari kejauhan terdengar suara sinso (mesin pemotong kayu) bersahut-sahutan. Handycame dan tustel digital pun disiagakan. Terlihat hutan pinus yang sebagian besar meranggas berwarna cokelat, mendekati kematiannya. Diduga pinus-pinus itu diracun sehingga kering kerontang, yang pada akhirnya pihak “pencuri kayu” dengan leluasa akan merambahnya. Juga terlihat lahan-lahan gundul seakan menjerit minta perhatian.
“Hutan-hutan pinus ini ditanam oleh rakyat. Penanaman dilakukan pada 1960 dan 1976, tetapi kini telah dirambah oleh orang-orang yang haus uang dan kekuasaan,” tutur Tangsi Peranginangin, 78, pemuka masyarakat Kacinambun yang dibenarkan oleh B Peranginangin SH, Kuasa Hukum masyarakat Kacinambun dan Talinkuta.
Dengan berjalan kaki, robongan menelusuri “perut” hutan Deleng Sibuaten Kacinambun. Ternyata, bukan hanya hutan pinus yang dirambah, hutan-hutan prima yang merupakan hutan lindung pun disinso. Terlihatlah kayu-kayu besar serta papan serta broti menunggu diangkut.
Ratusan ton kayu – yang sudah jadi papan maupun broti serta yang belum – memperlihatkan betapa masa depan petani Karo akan kian suram. “Mengapa tidak, perambahan ini akan membuat mata air mati,” tandas Tangsi Peranginangin.
“Anehnya,” kata Tangsi Peranginangin pula, “lokasi yang dikelola itu bukan yang dibeli Bupati Karo kepada masyarakat Kacinambun, melainkan lokasi hutan pinus. Lokasi yang dibeli bupati, sampai saat ini belum dikelola,” tambah Tangsi.
Ketika jarum jam memperlihatkan angka 2,00 (14.00) Wib, sampailah rombongan ke anak sungai, tempat di mana suara sinso bergema. Terlihatlah dua orang sedang mengolah kayu-kayu besar menjadi broti dan papan. Sementara di tempat yang agak ke atas, terlihat pula tiga lelaki yang juga sibuk mensinso kayu-kayu.
“Kami hanya pekerja,” tutur Anthony Ginting, 40, yang dibenarkan oleh Herman. Pengakuan Ginting dan Herman, setiap satu ton kayu, mereka memperoleh upah Rp 500 ribu.
“Kami di sini baru tiga hari. Yang menugaskan adalah Bupati Karo Sinar Perangin-angin. Kayu-kayu ini untuk pembangunan kawasan pertanian (maksudunya corporate farming – red),” ungkap Anthony pula.
Pengakuan keduanya (direkam di dalam CD – Compaact Disk), yang baru ditebang selama tiga hari berjumlah 2 ton. Penebangan-penebangan lainnya, tidak diketahui mereka.
Sementara, menurut Adil Perangin-angin yang juga turut ke lapangan, pada Sabtu (30/8) malam ada dua truk kayu ke luar dari lokasi itu. Namun mereka belum jelas jenis kayu apa yang dikeluarkan. “Yang pasti, kayu itu bukan pinus. Dengan demikian, kayu itu ternyata tidak saja dioloh di lokasi penebangan, tetapi sebagian dibawa ke luar untuk dijual ke panglong,” tutur Adil dan kawan-kawan.

Anggota Polres ke TKP
Setelah melihat kejadian di lapangan, Tangsi Peranginangin dan kawan-kawan didampingi rombongan dr Robert Valentino Tarigan SPd membuat pengaduan ke Polres Tanah Karo Minggu (31/8) sore itu juga. Pengaduan diterima piket jaga Pamapta. Atas pengaduan itu, piket jaga didampingi Ipda B Sitohang, Brigadir MA Ginting, Bribtu HP Bagariang dan Bribda Agus Putriadi bersepakat turun ke lapangan.
Di gelap malam, yang hanya diterangi sentir, para anggota Polres Tanah Karo yang didampingi rombongan dr Robert Valentino SPd itu, menyaksikan kayu-kayu yang berserak. Maka Ibda B Sitohang mengatakan, pencurian kayu itu jelas ada. “Namun kita belum dapat memastikan siapa pelakunya. Kita akan laporkan kepada Kapolres. Setelah itu, Kapolres akan menugaskan Serse untuk menindaklanjutinya,” urai Sitohang.
Senin siang (1/9) ketika dikonfirmasi ulang, anggota Polres Tanah Karo membenarkan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan tim untuk menyikat para pelaku perambah hutan tersebut.
( ).

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Tangan tangan yg tidak bertangungjawab. .

Unknown mengatakan...

Tidak peduli lingkungan. .