Kamis, 05 Juni 2008

Dr. Robert Valentino Tarigan


Memilih Jalan Terjal

Lelaki ini dikenal sebagai tokoh yang low profile. Meski ia telah begitu punya nama besar, penampilannya sangat bersahaja sekali. Begitu pula kondisi kantornya yang berada di Jalan Bantam No 6 A Medan, tak mencerminkan kemegahan serta kemewahan sedikit pun. Jalan hidupnya cukup berliku. Selain tokoh pendidikan, ia juga dikenal sebagai pejuang lingkungan.
Apa filosofi hidupnya sehingga begitu gigih berjuang melestarikan hutan hingga pengalamannya selama mendekam dalam tahanan belum lama ini?


Ikuti wawancara Harian GLOBAL dengan dokter yang menggantungkan stetoskop demi pendidikan ini.

Apa kira-kira filosofi hidup Anda sehingga memilih hidup di jalur yang terjal?

Mahatma Gandi menyebutkan "dunia ini mampu menampung kebutuhan manusia, tetapi dunia ini tidak akan sanggup memenuhi keinginan manusia". Artinya apa? Sebagai manusia, yang hidup di belahan bumi mana saja harusnya menyadari, kita hanya boleh mengambil apa yang bisa dikembalikan. Nah, karena keinginan manusia tanpa batas, inilah penyebab kerusakan- bahkan jika tak diatasi sesegera mungkin, kehancuran bumi (dunia) tempat kita bermukim yang hanya satu-satunya.


Lalu langkah apa yang harus dilakukan?

Kesadaran hanya mungkin hadir lewat pendidikan, bahwa jika manusia rakus mengeksploitasi alam sampai ke titik klimaks, akibatnya adalah bencana. Kini, hari demi hari kita telah sama merasakan perubahan iklim. Pada saat itu, di sana-sini kita saksikan bencana banjir, kekeringan, longsor dan sejenisnya. Ini merupakan tantangan terbesar dunia saat ini. Perubahan iklim adalah isu global yang membutuhkan respons global pula.

Tantangan besar apa yang Anda maksudkan?

Yang harus disadari bersama, kita hanya punya sebuah palen kecil, populasi yang berkembang dan sumber daya terbatas. Sekali lagi, kita harus memastikan bahwa kita hanya mengambil apa yang dapat dikembalikan.Kini, perubahan iklim bukan lagi masalah lingkungan, melainkan sesuatu yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional, kemakmuran serta pembangunan.

Bisa Anda jelaskan, apakah negara berkembang seperti Indonesia dapat berperan serta dalam menangani masalah pemanasan global.

Tidak saja dalam ruang lingkup negara, kita pribadi-pribadi pun dapat berperan serta mengatasi pemanasan global. Ya, tindakan harus datang dari semua sektor, bisnis, perorangan dan pemerintah. Kita semua dapat terlibat dan membuat perubahan sebagai individu, keluarga, komunitas, kawasan, negara dan sebagai sebuah planet. Semua negara harus berperan dalam merespons perubahan iklim. Namun, negara kaya seperti Inggris, Uni Eropa (UE) dan negara-negara maju lainnya harus memimpin dan mengambil tanggung jawab lebih daripada negara berkembang.


Negara-negara kaya memang tak bisa menuntut bahwa ekonomi yang sedang tumbuh akan menangani perubahan iklim, jika tidak lebih dulu menunjukkan keseriusan dan menertibkan negaranya sendiri.Bagaimana konkretnya upaya tersebut?Sebagai negara berkembang, kita memang harus realistik. Sumber daya alam memang harus dieksplorasi untuk pembangunan dan kemajuan bangsa, tetapi jangan sampai dieksploitasi. Hutan, misalnya kan terbagi dua: hutan lindung dan hutan tanaman industri (HTI).

Hutan konservasi yang merupakan bagian dari hutan lindung, seyogianya sama sekali tidak boleh diganggu. Sedangkan hutan tanaman industri juga terbagi dua: hutan industri tetap dan hutan industri terbatas. Hutan industri tetap memang untuk industri, sedangkan hutan industri terbatas ini boleh dimanfaatkan tetapi dengan konsep tebang pilih. Nah, karena hanya mengikutkan keinginan (keserakahan), maka seluruh hutan dibabat habis. Ya, bencanalah yang kita dapatkan. Karena itu, kita harus membangun upaya-upaya domestik guna mencapai tindakan internasional. Singkatnya, berpikir global, bertindak lokal.

Apa kira-kira upaya individu untuk mengatasi pemanasan global dan melestarikan lingkungan?

Ada lima langkah yang dapat dilakukan individu untuk mendinginkan bumi dan melestarikan lingkungan:

1. Kurangi pemakaian plastik dan penggunaan bahan styrofoam. Plastik akan menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Salah satu solusinya ketika berbelanja misalnya, Anda bisa membawa tas belanjaan sendiri untuk meletakkan berbagai barang, sehingga tidak menambah penggunaan plastik lebih banyak. Jika hal ini dilakukan oleh seluruh masyarakat dunia, lama-kelamaan plastik sebagai tas bawaan pun tidak akan diproduksi lagi. Demikian pula halnya dengan bahan styrofoam yang tidak mudah terurai alam sehingga mengontaminasi.

2. Tanamlah pohon di pekarangan rumah, terutama pohon berdaun besar yang dapat menyerap gas karbon dioksida di udara dengan maksimal. Cara ini juga dapat membantu udara di dalam rumah lebih sejuk dan bersih, sehingga mengurangi penggunaan AC. Kalaupun ingin menggunakan AC, sebaiknya atur temperaturnya agar tidak terlalu rendah. Tak perlu terlalu dingin jika Anda masih menggunakan selimut dengan celana panjang bukan? Dengan demikian, Anda pun secara langsung melakukan penghematan energi.

3. Matikan semua perangkat elektronik saat tidak digunakan dan pastikan tidak dalam kondisi stanby, karena hal ini juga dapat mengonsumsi energi.

4. Rawatlah kendaraan Anda dengan baik agar sisa pembakarannya tidak kotor yang menjadi salah satu sumber utama polusi udara dan menipiskan ozon.

5. Hemat pemakaian kertas, mengingat bahan bakunya berasal dari kayu. Semakin banyak pohon yang ditebang, bumi pun semakin panas. Di mana kira-kira keterkaitan pendidikan dengan lingkungan?

Perusakan lingkungan merupakan proses memarjinalkan serta memiskinkan masyarakat secara sistematis. Justru itu, kalau kita ingin negara ini baik, perbaikilah pendidikan. Adagium good education good nation, itu hal yang tak terbantah. Sedangkan perusakan lingkungan adalah proses pemiskinan masyarakat skala masif. Kalau masyarakat miskin tak berdaya, pastilah tidak punya akses apapun termasuk pendidikan. Makanya harus dilawan. Agar rakyat dapat berdaya, salah satu jalannya adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan, sehingga sesuai kebutuhan, bukan angan-angan. Sebagaimana dikemukakan Gandi, kita harus tetap berpijak kepada kebutuhan, bukan keinginan apalagi angan-angan, sehingga tidak rakus melalap sumber daya alam. Dengan pendidikan yang membebaskan, anak didik berani berbuat-meskipun pada awalnya salah-tetapi kelak ia akan mendapatkan kebenaran hakiki.

Seiring dengan itu, anak didik pun akan tercerdaskan. Maka, anak didik akan tahu hak dan kewajibannya, termasuk hak dan kewajiban untuk memelihara kelestarian lingkungan. Valentino dilahirkan di sebuah desa yang sejuk di Tanjungmorawa Deliserdang. Masa kanaknya dijalani bersama orang-orang desa yang sederhana. Begitu juga semasa SD, ia menjalani hidup di panti asuhan. Itu pulalah sebabnya, Valentino sangat dekat dengan kehidupan orang-orang desa dan rakyat kebanyakan. Valentino tentu saja demikian akrab dengan pohon bahkan menyatu dalam kehidupannya.

Ya, Valentino meyakini pohon adalah kehidupan.Makanya, ketika suatu kali, keluarga menebang pohon mangga di halaman rumahnya, Valentino kecil, yang ketika itu berkisar 8 tahun meraung-meraung. Sahabatnya, sang pohon telah tumbang, telah mati dan berubah jadi kayu. Sang ibu tentu saja gelagapan membujuk Valentino kecil agar tak menangisi kematian sahabatnya (pohon mangga).

Itulah sedikit masa kanak lelaki yang dilahirkan 30 November 1963 ini, yang dibawa dalam benak hingga dewasa. Wajar saja, ketika ia melihat orang-orang dengan sesukanya menebangi pohon, Valentino berteriak. Gemanya sampai ke mana-mana. Tentu ada yang gerah. Valentino pun terus 'diincar'. Kalau perlu dicecar, bahkan dilumat sekalian. Tapi tak ada celah.

Terakhir, terkait kasus yang menimpa Anda baru-baru ini. Bisa Anda ceritakan kenapa sampai ditahan hingga 40 hari lebih di Poldasu?Selama ini memang ada pihak yang merasa terusik dengan advokasi hutan yang saya dan masyarakat lakukan. Tak sedikit teror harus saya rasakan: mobil ditabrak dari belakang, kantor BT/BS BIMA dikepung, pegawai ditabrak dan ke mana-mana selalu ada yang mengikuti. Karena pola hidup saya yang bersahaja, mereka tak dapat celah.

Syahdan seorang staf-entah dengan maksud apa-menyertakan logo Poldasu di dalam brosur bimbingan untuk ujian tulis calon Bintara. Celah itu pun terbukalah, saya kemudian ditahan di Poldasu. Sementara staf yang bernama Baginda Aritonang SH, ketika jadi tersangka tidak ditahan di polisi. Baginda ditahan saat berkasnya dilimpahkan ke Kejatisu.

Saya mulai ditahan Rabu (29/8), terkait masalah pemakaian logo Poldasu tanpa izin di brosur yang pencetakannya sama sekali tidak saya ketahui. Sekali lagi, yang mencetak brosur itu adalah staf. Karena kesalahan yang tidak saya ketahui itu, saya dijerat pasal 378 dan 228 serta harus masuk sel.

Saya adalah Direktur LSM Pelindung Bumimu yang mungkin sudah jadi TO (target operasi) pihak-pihak tertentu, seraya menunggu peluang (celah) untuk menjerat dan pada akhirnya meluluhlantakkan upaya saya bersama masyarakat luas menyelamatkan hutan.

Bagaimana Anda melakoni hari-hari selama dalam tahanan?

Saya memang benar-benar menderita di tahanan berbaur dengan beragam manusia, dari penjahat kelas teri sampai kelas kakap. Berbaur dengan orang yang terpaksa membunuh atau memang yang sudah kawakan. Tapi, tidakkah lebih menderita orang-orang yang selamat dari bencana banjir dan longsor akibat pencurian kayu besar-besaran?

Korban-korban itu hidup di tenda-tenda dalam keadaan dingin, kekurangan makanan, sanitasi yang buruk dan lain sebagainya. Sementara puluhan, ratusan bahkan ribuan nyawa meregang secara bersama-sama. Makanya, walaupun pahit, penderitaan ini harus saya pikul.Jujur saja, hari-hari di sel memang memuakkan. Siapa pun jika berada di dalam sel, pastilah merasa jerih, muak bahkan nausea. Tapi mau bilang apa lagi kalau sudah demikian adanya.

Pekerjaan-pekerjaan kantor harus saya selesaikan di tahanan. Hari-hari di sel saya rasakan demikian lambat, menyebalkan dan membuat depresi. Para piket yang terkadang agak longgar dan terkadang sangat kaku ini juga merupakan tekanan psikologis. Yang ironis, Jumat (7/9) panas badan saya mencapai 39 derajat C. Saya meriang dan menggigil. Tensi dokter Polda Sumut 170/120.

Terakhir panas badan saya 39 derajat C, saya menjerit-jerit kesakitan. Saya minta valium supaya bisa tidur dan tidak kesakitan, tetapi tak diberikan. Dari pukul 10 pagi hingga pukul 13.00 WIB baru datang bantuan pengobatan. Malam hari, kondisinya juga sama. Begitu keluarga memohon agar dirawat di RS, baru pukul 02.00 dinihari saya dibawa ke rumah sakit Brimob di Jalan KH Wahid Hasyim Medan. Usai itu, saya dibawa kembali ke Poldasu.

Tidakkah Anda melakukan upaya hukum?

Gugatan praperadilan saya kandas alias ditolak. Praperadilan seyogianya sebagai tempat untuk menguji sah tidaknya tersangka dalam status penangkapan dan penahanan. Berdasarkan bukti-bukti BAP yang dijadikan termohon justru secara faktual disangkal langsung oleh tersangka utama, yakni Baginda Panuturi Aritonang SH. Hakim mengatakan, prosedur penahanan sudah tepat.

Pijakan hakim adalah adanya surat penahanan dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Apa langkah Anda selanjutnya?Jika kita tak mampu menyelesaikan masalah, biarlah waktu yang akan melakukannya. Ya, hanya waktu pulalah yang akan menjawab akankah perkara saya sampai ke pengadilan atau di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)-kan?


Nasib TS >> Global Medan
Monday 12 November 2007 - 13:14:15

Tidak ada komentar: