Rabu, 18 Juni 2008

Teror oh Teror

Rangkaian Teror terhadap Robert Valentino
Saya ditahan di RTP (Rumah Tahanan Polisi) Poldasu atas sangkaan yang tidak saya lakukan bahkan sama sekali tidak saya ketahui.Uniknya, pelaku utamanya sama sekali tidak pernah ditahan di Poldasu dan tidak ada orang (korban) yang mengadu bahwa dirinya telah ter atau ditipu. Saya pun sama sekali tidak pernah memerintahkan ataupun menganjurkan untuk mencantumkan logo – yang dianggap milik Poldasu – di brosur BT/BS BIMA yang jadi masalah tersebut.Logo itulah alasan petugas Poldasu menahan saya selama 45 hari. Menurut saya, ini merupakan rangkaian teror yang yang telah dilakukan sejak tahun 2003. Untuk lebih lengkapnya, saya laporkan sejak awal (2003) teror dan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum petugas berkospirasi dengan pengusaha kayu kepada saya.

Ditodong dengan PistolBerawal dari advokasi hutan yang saya lakukan bersama rakyat di Tanah Karo yang berujung ke pengadilan, seterusnya teror pun nyaris tak pernah henti terhadap saya.Pada 15 Juli 2003, Sudarto menodongkan pistolnya ke arah perut kanan saya di teras Kantor Bupati Karo karena merasa usaha kayunya terusik. Selanjutnya, penodongan itu saya adukan ke Polres Tanah Karo. Karena kurang mendapat respons, saya kembali mengadu ke Poldasu. Karena locus de licty-nya di Tanah Karo, maka pengaduan dilimpahkan kembali ke Polres Tanah Karo.
Dalam pada itu Sudarto pun mengadukan saya melakukan pencemaran nama baik. Maka perkara ini disidangkan bersamaan (split) antara Sudarto sebagai terdakwa dan Valentino (saya) sebagai terdakwa.Perkara pidana Regno: 274/Pid.B/2003/PN Kabanjahe tersebut, mulai disidangkan sekitar September 2003 dan pembacaan vonis 14 April 2004, dengan hasil bebas murni untuk saya (Valentino) dan bebas murni pula untuk Sudarto.Karena merasa keputusan pengadilan tak memenuhi rasa keadilan, saya meminta kepada Kejaksaan Negeri Kabanjahe untuk melakukan kasasi. Sebab, seandainya memang Sudarto tak terbukti melakukan penodongan, tentu saya yang harus divonis telah melakukan pencemaran nama baik. Atau sebaliknya, jika memang tak terbukti saya melakukan pencemaran nama baik, tentu Sudarto yang harus dihukum.Putusan kasasi terhadap saya bebas murni, sedangkan Sudarto – menurut informasi yang saya dapatkan – divonis satu tahun penjara. Anehnya, putusan kasasi Sudarto itu, tak jelas rimbanya. Ketika dipertanyakan ke PN Kabajahe, petugas mengatakan tidak mengetahuinya.

Pengepungan BT/BS BimaTeror berikutnya berawal dari adanya sekelompok mahasiswa pencinta alam berkemah di lokasi hutan Tormatutung Asahan melihat kondisi hutan yang porak-poranda. Memang selama ini hutan lindung Tormatutung yang terletak di Kecamatan Bandar Pulau, Kabupaten Asahan (berbatasan dengan Kabupaten Simalungun) sudah hampir gundul karena kayu-kayunya ditebang oleh para cukong kayu.Entah bagaimana, ada pula sekelompok orang yang tidak senang dengan kegiatan kelompok mahasiswa, lalu menginterogasi mahasiswa tersebut. Merasa takut, para mahasiswa menyebut-nyebut nama saya (dr. Robert Valentino Tarigan S.Pd.).
Diduga keras inilah penyebab pengepungan BT/BS Bima pada 28 Oktober 2005 Jumat malam sekitar pukul 23.00 Wib. Mungkin, pihak-pihak pelindung pelaku illegal logging menganggap adik-adik mahasiswa tersebut adalah orang-orang yang saya tugaskan, padahal mereka sama sekali tidak saya kenal.Lokasi BT/BS BIMA dikepung oknum yang diduga aparat Polres Deli Serdang, Asahan dan Polsek Medan Baru serta Polsek Helvetia. Jumlah mereka lebih dari 50 orang berikut 2 (dua) mobil patroli Suzuki Katana, mobil pribadi dan beberapa sepeda motor diduga milik oknum polisi yang diparkirkan di jalan Mojopahit Medan dekat Hotel Casablanca, juga di lokasi parkir hotel tersebut, Jl. Hayam Wuruk simpang Majapahit Medan.Saya menginformasikan peristiwa tersebut berikut menyampaikan pengaduan tertulis ke Poldasu yang diterima oleh Waka Poldasu Brigjen Drs. Rubbani Pranoto. Lalu pada 14 Desember 2005 saya sebagai pelapor berikut saksi TKP Vivi Kananda Siregar dan Ijik diperiksa di Propam Poldasu. Esoknya harinya (Kamis 15/12) Nazaruddin alias Udin, Kepling juga diperika sebagai saksi.Di Propam, saya dan Vivi Kananda Siregar diperiksa Juper Alfred Simanjuntak. Sedangkan Ijik diperiksa oleh Juper Nasran.Sekitar Maret 2006, PGRI Sumut pun mempertanyakan pengaduan atas pengepungan itu, juga tak ada tanggapan. Sampai hari ini, pengaduan saya dan PGRI terhadap pengepungan itu tak jelas rimbanya.

Informasi yang saya dapatkan, pengepungan tersebut dipimpin langsung oleh Saudara Mahfud yang pada waktu itu adalah Kapolres Asahan dan Saudara Sandy Nugroho yang pada waktu itu adalah Kasat Reskrim Asahan. Indikasi ini terlihat, keduanya – ketika itu – lebih banyak waktunya berada di Medan dibanding di Asahan.Apa tujuan dilakukan pengepungan lokasi BT/BS BIMA tersebut, saya juga tidak tahu pasti. Mungkin saja untuk menakut-nakuti saya yang hanya seorang guru agar berhenti dari gerakan advokasi lingkungan. Yang pasti, pengaduan saya tersebut tak jelas rimbanya.

Teror Terus BerlanjutSetelah itu, teror terus berlanjut terhadap saya. Seorang warga keturunan bernama Aleng mengingatkan saya agar menghentikan kegiatan advokasi lingkungan khususnya melakukan serangan terhadap seseorang bernama Asiang Tebing Tinggi. Sempat terlontar kata-kata bernada ancaman, saya akan di-snipper (ditembak oleh penembak jitu) jika tidak menghentikan kegiatan membongkar jaringan pencuri kayu khususnya menyebut nama seseorang.Berbagai kejadian yang ganjil menimpa diri saya, baik secara langsung maupun tidak langsung al sbb :Dalam berbagai kesempatan, saya mendapat penjejakan (diikuti) oleh orang-orang yang tidak dikenal, namun diduga berasal dari aparat.
Anehnya penjejakan yang dilakukan seringkali tidak secara sembunyi-sembunyi melainkan terang-terangan menggunakan beberapa kenderaan yang sangat menyolok sehingga menimbulkan ketidaknyamanan.Pada sekitar Mei 2007 di sekitar Jl. Sei Serayu, mobil saya ditabrak seseorang bernama Anung Arianto (Mengaku supir Pribadi) padahal mobil yang saya dikendarai sudah berhenti di pinggir jalan karena sedang menerima telepon seluler dari rekan. (Dalam kesempatan tersebut KTP penabrak ditahan dan di KTP tertulis alamat Palembang).Seorang staf BT/BS BIMA bernama Reza ditabrak sepeda motornya di seputar Jalan Hayam Wuruk dekat lokasi BIMA sekitar bulan Juni 2007, namun dengan waktu sangat singkat muncul seorang aparat Polisi mengaku anggota Intel dari Polsek Medan Baru. Akibatnya Staf tersebut ketakutan padahal situasinya dia adalah korban penabrakan.
Pada Juni 2007 PLN Wilayah Sumatera Utara melakukan pemeriksaan terhadap meteran listrik gedung BT/BS BIMA di Jl. H.M. Yamin dan secara sepihak menyatakan BT/BS BIMA melakukan pencurian arus listrik dan karenanya dituntut membayar dana Rp 16 juta atas kesalahan yang tidak dilakukan. Petugas juga mengakui kemungkinan kejadian dilakukan penyewa gedung terdahulu.Pada Mei 2007, Tim Advokasi saya tugaskan ke Langkat bekerjasama dengan WALHI Sumut melakukan penelitian ke lapangan terkait pencurian kayu di Langkat. Di jalan, tim terus diikuti oknum aparat. Sampai di tempat yang dijanjikan, penunjuk jalan berulah. Akibatnya tim gagal melakukan peliputan.
Selanjutnya saya merasakan adanya gangguan pada pesawat HP Nokia Type Communicator 9500 milik saya. Tiap kali akan melakukan SMS (Short Message Service) selalu muncul nomor yang tidak dikenal dengan nomor 0811….. Ketika ditanyakan kepada Telkomsel, petugas terlihat menutup-nutupi identitas pemilik nomor. Jawaban masing-masing petugas berbeda al. Pemilik adalah karyawan Telkomsel, Pemilik terdaftar sebagai karyawan PT Tolan Tiga, kesalahan adalah pada pengaturan di HP dll.Beberapa waktu kemudian ketika saya menuju Perumahan Padang Hijau Jl Medan Binjai, diikuti oleh 2 kenderaan roda 4 jenis Innova. Pada saat itu saya ingin membeli rumah atau Ruko untuk kantor BIMA. Belakangan diketahui penguntit juga menjumpai pemilik bangunan dan terkesan menyelidiki. Hal ini terlihat ganjil dan secara terang-terangan ingin tahu kegiatan saya.Puncak teror terjadi pada Agustus 2007, Baginda Aritonang dan saya diperiksa Poldasu dalam kasus pemakaian logo tanpa izin.
Baginda Aritonang pada 30 Agustus 2007 akhirnya berkas dan dirinya dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumut. Baginda ditahan di Rutan (Rumah Tahanan) Tanjung Gusta. Padahal sebelumnya sama sekali tidak ditahan di Poldasu.Saya sendiri – setelah tiga kali pemeriksaan – akhirnya pada Rabu (29 Agustus 2007) ditahan di Reskrim Poldasu. Padahal, saya sama sekali tidak mengetahui pemuatan lambang (logo) Poldasu di brosur Bima tersebut. Ini benar-benar sebuah skenario yang tersistematis untuk melemahkan perjuangan penyelamatan hutan.

45 Hari di TahananSelanjutnya saya kemukakan kronologis penahanan, yang sampai hari ini (21/11-07) tidak jelas, apakah kelak kasus dugaan pemakaian logo tanpa izin dengan saya sebagai tersangka akan di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)-kan atau dilanjutkan ke pengadilan. Waktulah kelak yang akan menjawabnya.Pada Desember 2006, saya dan beberapa pegawai BT/BS BIMA disibukkan dengan kegiatan peresmian Bima Cabang Tembung. Kesempatan inilah – mungkin – dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk memasukkan saya ke tahanan.Saat peresmian Bima Cabang Tembung 21 Desember 2006, dua orang petugas Propam Poldasu datang membawa brosur bermasalah tersebut ke lokasi BT/BS BIMA Pusat di Jalan Bantam No. 6 A Medan. Karena, itu, usai peresmian saya buru-buru menuju lokasi BT/BS Bima pusat.
Menurut petugas, mencantumkan logo Poldasu (padahal di logo itu tidak ada tertera tulisan Poldasu hanya tertera Sumatera Utara) dan lambang RI (burung Garuda) merupakan kesalahan. Brosur itu, kata mereka, diedarkan di SPN Sampali 19 Desember 2006. Berarti, pencetakan brosur bermasalah tanpa sepengetahuan saya itu diperkirakan pada tanggal 18 Desember 2006.Betapa terkejutnya saya ketika sang Propam memperlihatkan di brosur tertera logo yang menyerupai logo Poldasu dan lambang Garuda. Saya katakan kepada mereka, brosur tersebut dicetak tanpa sepengetahuan saya.
Penanggung jawab Bimbingan Super Intensif Bintara Polri adalah Baginda Panuturi Aritonang SH.Petugas tersebut, bertujuan menanyakan kepada para siswa yang mengikuti Bimbingan Super Intensif Bintara, apakah mereka mengikuti bimbingan karena tertarik adanya logo dimaksud. Ketika sampai di lokal, secara spontan – pertanyaan petugas Propam – dijawab para siswa: “tidak!”.Kemudian saya panggil Maria selaku sekretaris perusahaan, menanyakan apa ada brosur tersebut kita cetak. Oleh Maria, hal tersebut ditanyakan ke bagian perlengkapan. Ternyata di bagian perlengkapan tidak ada arsipnya. Lalu ditanya ke bagian informasi, juga tidak ada.
Selanjutnya kita menguhubungi cabang, juga tidak ada.Berikutnya kita pertayakan ke bagian percetakan, Mahadi mengakui Baginda yang suruh dan langsung dia cetak, hasilnya segera dibawa. Hal demikian tidak pernah terjadi di BT/BS BIMA.Biasanya manajer menyerahkan print out untuk dicetak ke Maria atau KTU, dibuat kartu kendalinya. Kalau mau cepat, langsung diantar ke meja saya untuk diperiksa dan saya paraf, lalu dicatat dan diantar ke percetakan oleh bagian ekspedisi. Hasilnya dibawa kembali ke Bima oleh ekspedisi yang menunggu di percetakan.

KesilapanSelanjutnya saya tanyakan kepada Baginda, kenapa ada brosur yang mencantumkan logo dimaksud. Saya tanyakan, padanya siapa yang mencetak ini, kenapa saya tidak diberitahu. Baginda menjawab, pencetakan brosur berlogo tersebut, dilakukannya atas inisiatif sendiri hanya dua rim saja untuk menambah kekurangan.Ketika saya tanyakan, kalau hanya untuk penambahan, kenapa harus memakai plat baru dan tanpa seizing saya. Baginda menjawab, itu memang kesilapannya. Karena sebelumnya, pencetakan brosur sejenis tidak memakai logo apa pun, selain logo BT/BS BIMA.Setelah itu, Februari 2007 datanglah panggilan dari Poldasu untuk memeriksa Baginda Aritonang.
Semula Baginda diperiksa sebagai saksi, belakangan berubah jadi tersangka. Ketika Baginda diperiksa sebagai tersangka, saya pun diperiksa pula sebagai saksi.Pada April 2007, BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Baginda bolak-balik antara Poldasu dan Kejatisu (Kejaksaan Tinggi Sumut). Para Jaksa sepertinya enggan menangani perkara ini karena dianggap tidak cukup pasal (sumir) untuk diajukan ke PN (Pengadilan Negeri) Medan. Kalau tidak silaf, sampai enam kali berkas Baginda hilir-mudik dari Poldasu ke Kejatisu, dan kembali ke Poldasu.Entah bagaimana ceritanya, pada Agustus 2007, datang panggilan dari Poldasu untuk memeriksa saya dalam status tersangka.
Setiap kali pemanggilan – baik sebagai saksi maupun tersangka – tidak pernah tidak saya hadiri. Begitu juga ketika dipanggil oleh petugas Polres Kabanjahe maupun Poldasu terkait advokasi hutan di Tanah Karo dan daerah Sumut lainnya, saya tetap datang. Bahkan, ketika dipanggil ke Aceh Tenggara, juga terkait advokasi hutan saya datang.Ya, penahanan saya, semata-mata karena para maling kayu, dikoordinir oleh lelaki berinisial S (yang vonis kasasinya hukuman satu tahun penjara raib entah ke mana) merasa gerah dengan advokasi hutan yang saya dan tim lakukan di berbagai daerah di Sumut dan Aceh.
Lelaki berinisial S, salah seorang pengusaha kayu dan kawan-kawannya membiayai penahanan saya, sehingga kesalahan yang tidak saya lakukan pun harus saya pikul.Setelah dua kali dimintai keterangan masalah dugaan pemakaian logo tanpa izin, saya pun ditahan pada Rabu 29 Agustus 2007. Bukankah ini merupakan pelanggaran HAM? Saya tak mungkin menghilangkan barang bukti dan melarikan diri. Barang bukti – kalaupun brosur tersebut dianggap menyalahi ketentuan – sudah di tangan pihak Poldasu. Saya pimpinan beberapa yayasan, tak masuk akal kalau melarikan diri.

Di TahananKarena logi itu, saya dijerat pasal 378 dan 228 serta harus masuk sel. Berbagai elemen masyarakat, seperti mahasiswa, ormas, LSM, keluarga, dan lainnya, menganjurkan agar saya memohon penangguhan penahanan.Sembari mengenang proses penahanan yang terkesan unik, dan permintaan berbagai elemen itu, saya bertanya dalam hati: apa salah saya, sehingga harus memohon penangguhan penahanan? Apakah saya tidak boleh menguji sejauh mana hukum dan aparatnya telah berjalan di rel yang benar?Apakah permohonan penangguhan penahanan, bukan merupakan upaya merontokkan martabat aktivis seperti saya? Dengan memohon penangguhan penahanan, berarti saya mengakui kesalahan yang dituduhkan.
Apakah wajar saya mengakui kesalahan yang tidak saya lakukan? Sementara permohonan ini itu pastilah dibarengi dengan barter: mencabut gugatan praperadilan yang sudah didaftarkan tim pengacara saya ke Pengadilan Negeri Medan (Jumat. 31/08-07) dan menghentikan advokasi hutan yang sudah belasan tahun saya lakoni.Saya adalah Direktur LSM Pelindung Bumimu yang kerap mengadvokasi hutan dan mungkin sudah jadi TO (target operasi) pihak-pihak tertentu seraya menunggu peluang (celah) untuk menjerat dan pada akhirnya meluluhlantakkan upaya saya bersama masyarakat luas menyelamatkan hutan. Sekalai lagi, apakah harus saya terima permintaan berbagai elemen agar saya memohon penangguhan penahanan?

Memang MenderitaAnjuran untuk memohon (baca: mengemis), penangguhan penahanan tersebut apakah harus saya penuhi? Saya memang benar-benar menderita di tahanan ini. Tapi, tidakkah lebih menderita, orang-orang yang terkena banjir dan longsor akibat pencurian kayu besar-besaran? Makanya, walaupun pahit, penderitaan ini harus saya pikul.Jujur saja, hari-hari di sel memang memuakkan, tapi mau bilang apa lagi kalau sudah demikian adanya. Pekerjaan-pekerjaan kantor harus saya selesaikan di tahanan.
Hari-hari berjalan demikian lambat, menyebalkan dan membuat depresi. Para piket yang terkadang agak longgar, dan terkadang sangat kaku, ini juga merupakan tekanan psikologis.Jumat (7/9) panas badan saya mencapai 39 derajat C. Saya meriang dan menggigil. Tensi dokter Polda Sumut 170/120. Yang membuat saya (Valentino) bingung ketika minta berobat di luar (rumah sakit) terus dibola-bola. Terakhir panas badan saya 39 derajat C, saya menjerit-jerit kesakitan. Saya minta valium, supaya bisa tidur dan tidak kesakitan, tak diberikan.4 hari sebelumnya (3/9) ada tahanan kasus togel, kondisinya seperti gejala yang saya alami. Begitu dia menggigil, dokter dan ambulans cepat sekali datang. Kenapa kepada saya tidak dilakukan hal yang sama.
Dari pukul 10 pagi hingga pukul 13.00 baru datang bantuan pengobatan. Bukankah ini perlakukan diskriminasi? Saudara-saudaralah yang mejawabnya. Cuma, apa oknum-oknum ini gemar mendengar orang menjerit-jerit.Malam hari, kondisi saya juga sama. Begitu keluarga memohon agar saya dirawat di RS, juga dibolak-balik sedemikian. Baru pukul 02.00 dinihari saya dibawa ke rumah sakit Brimob di Jalan KH Wahid Hasyim Medan. Usai itu, saya dibawa kembali ke Polda. Pada Sabtu (8/9) pengacara membuat surat kepada Direktur Reserse Kriminal Polda Sumut dengan No. 01/Tim.Ad/IK/2007 Tanggal 07 September 2007, tapi hingga Senin (11/9-07) tidak ada jawaban apakah pembantaran saya diterima atau tidak?

PrasangkaSaya bukan pelaku pencetakan brosur yang dianggap berlogo Poldasu, tetapi karena diprasangkai bersalah, saya harus masuk sel. Saya benar-benar merasa diperlakukan semena-mena oleh pihak-pihak tertentu. Saya yakini, perilaku semena-mena ini merupakan rangakaian konspirasi jahat guna menghancurkan martabat dan usaha saya yang mempekerjakan sedikitnya 1200 orang dari tamatan SD, hingga S2 bahkan S3.Pegawai-pegawai saya, tidak ada yang berpenghasilan di bawah UMR (upan minimum regional). Bahkan setelah 3 bulan bekerja, para karyawan berpenghasilan minimal Rp 1 juta.
Karena prasangka, semua yang telah saya bangun dengan susah payah bertahun-tahun akan dihancurkan.Di tahanan, saya harus bertahan dalam kehidupan yang bermartabat, tidak perlu memohon (mengemis) penangguhan penahanan terhadap kesalahan yang tidak saya lakukan. Jika itu dilakukan, sama saja dengan melegetimasi kesewenangan yang dilakukan pihak-pihak tertentu.Pertanyaannya, jika martabat aktivis seperti saya rontok, dalam skala lebih luas tidakkah merontokkan martabat bangsa pula? Atau memang kita akan membiarkan terus-menerus bangsa ini kehilangan martabat? Entahlah.
Asas Praduga BersalahYang jadi pertanyaan, proses penahanan tersebut menggunakan asas praduga bersalah atau praduga tak bersalah? Masalahnya, substansi penahanan hanya menggunakan prasangka, karena saya (Valentino) pimpinan BT/BS BIMA yang berpusat di Jalan Bantam No 6 A Medan. Karena Prasangka: tak mungkin saya (Valentino) tidak mengetahui pencetakan logo Poldasu di brosur Bimbingan Super Intensif Calon Bintara, itulah yang menjadi keyakinan petugas Poldasu menahan saya hingga satu bulan lebih.Padahal, di BAP, Baginda Panuturi Aritonang SH – tersangka utama – tak ada mengatakan bahwa dia disuruh oleh saya (Valentino).
Hal itu pun diperkuat dengan pernyataan Baginda yang dibuat khusus di atas materai Rp 6000 bahwa, pelibatan saya (Valentino) dalam kasus pemakaian logo tanpa izin itu adalah bohong.Sayang sekali, upaya hukum untuk menguji materi berkaitan dengan bukti awal yang cukup ditafsir hakim dengan paradigma lama (sempit). Hakim hanya berpatokan pada adanya surat penahanan dan BAP, yang karena kedua hal itu, prosedur penahanan sudah dianggap sah. Maka, selam 40 hari saya harus mengendap dalam sel Poldasu.Berdasarkan bukti-bukti yang ditampilkan di persidangan – menurut Tim Pengacara saya – memperlihatkan lemahnya kasus sangkaan tersebut (Lengkapnya baca “
Upaya Pemurnian Penegakan Hukum dalam Pandangan dan Klarifikasi Hukum Tersangka: dr Robert Valentino Tarigan SPd atas Sangkaan Tindak Pidana Pasal 378 Subs Pasal 228 KUHPidana jo. Pasal 55 Ayat (1) atau Pasal 56 KUHPidana”). Terbukti pelaku utamanya Baginda Panuturi Aritonang SH selama proses penyelidikan dan penyidikan, tidak pernah ditangkap dan ditahan di Poldasu, meskipun belakangan (30 Agustus 2007) tersangka/terdakwa Utama ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan dan berkasnya diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumut.
Penahanan tersangka utama oleh Kejaksaan Tinggi Sumut pun karena desakan Baginda Panuturi Aritonang, S.H. sendiri. Di Poldasu pada tanggal 30 Agustus tersebut Baginda nyeletuk: “Bos saya ditahan kenapa saya tidak”. Di Kejasaan Tinggi Sumut pun Baginda mengungkapkan hal yang sama. Dari pukul 10.00 hingga 16.00 Wib, barulah Baginda Panuturi Aritonang, S.H. dan berkasnya diterima Kejatisu. Seterusnya, Baginda dibawa ke Rutan Tanjung Gusta Medan. Ada apa, sehingga pembicaraan antara petugas polisi dan jaksa demikian panjang?
Selain itu, Sejumlah BAP saksi-saksi, termasuk tersangka utama, tidak satu pun memberatkan saya. Apalagi mengenakan Sangkaan Pasal 378 KUHPidana mengharuskan adanya pihak pengadu dengan bukti yang cukup dalam bentuk kerugian material. Sedangkan pihak Penyidik Polda Sumut hanya menduga dalam bentuk kerugian moril.
Merujuk Tindakan KapolriApalagi jika merujuk tindakan Kapolri Jenderal Sutanto terhadap perusahaan rokok LA yang dianggap melecehkan institusi polisi, hanya somasi (peringatan/keberatan), bukan pidana. Perusahaan rokok LA dalam iklannya di televisi maupun di billboard-billboard berbunyi: polisi lagi tidur. Enjoy aja. Kapolri hanya melakukan somasi agar perusahaan rokok dimaksud tidak lagi menggunakan kalimat dan gambar dimaksud.Andai memang pemakaian logo yang dianggap milik Poldasu tersebut menyalahi ketentuan yang ada, seyogianya, pihak Poldasu terlebih dahulu melakukan somasi kepada BT/BS BIMA, bukan melakukan proses hukum. Pertanyaannya, apakah Poldasu bukan merupakan institusi vertikal yang pusatnya Mabes Polri?
Oleh karena itu, terlalu riskan, dan mengada-ada jika penyidik mengklaim mengalami kerugian moral. Sedangkan sumbangan material dan moral dalam bentuk persembahan hak intelektul sebagai sesuatu yang pantas dihargai, sudah saya lakukan untuk seleksi yang fair dalam ujian tulis Calon Bintara.Sebelum kasus pemakaian logo Poldasu tanpa izin ini, BT/BS BIMA bekerja sama dengan pihak Poldasu dalam pemeriksaan LJK (Lembar Jawaban Komputer) ujian tulis calon bintara.
Kerja sama itu berlangsung dari tahun 2002-2005. Karena itu saya (Valentino) menilai, tindakan penyidik atau termohon melakukan penyangkaan dikualifisir sangat lemah. Dengan pemaksaan kehendak Para Termohon melakukan penangkapan dan penahanan merupakan sesuatu yang absurd, terlalu dipaksakan dan dapat menjadi presedent negative dalam penegakan hukum di Polda Sumut. Termohon telah melakukan pelanggaran HAM, mengurung saya di rumah tahanan tanpa alasan yang kuat.
Berdasarkan keterangan saksi Mahadi: dia sudah bekerja selama 7 tahun di Bimbingan Test/Study “BIMA” Bagian Percetakan, mendapat perintah langsung dari Baginda Panuturi Aritonang SH, sebagai Manager di Bimbingan Test/Study “BIMA” untuk membuat 2 (dua) rim Logo Polda Sumut pada Brosur Program Super Intensif Seleksi Bintara Polri 2006.Mekanisme kerja mencetak brosur dan lain sebagainya di Bimbingan Test Bima, biasanya perintah Pimpinan dr Robert Valentino (saya) melalui Bagian Adminstrasi didukung dengan Buku Kendali.
Ternyata saat pencetakan brosor ber-Logo Polda tersebut tidak melalui mekanisme sebagaimana biasa. Mahadi langsung mendapat perintah dari Tersangka Utama (Baginda Panuturi Aritonang SH) sebagai Manager Bimbingan Test BIMA. Pembuatan Logo Poldasu pada Brosur tersebut di luar mekanisme dan ketentuan garis kebijakan yang ada di Bimbingan Test/Study “BIMA”.Karena itu, langkah yang dilakukan Para Termohon tidak/belum sesuai dengan Motto: “Buktikan dulu baru pegang, bukan pegang dulu baru bukti”. Dugaan yang disangkakan Para Termohon kepada saya (Valentino), belum sesuai atau tidak didasarkan dengan “bukti permulaan yang cukup” untuk menduga keras saya (pemohon) melakukan tindak pidana yang sedang disangkakan.
Legitimasi HakimPraperadilan seyogianya sebagai tempat untuk menguji sah tidaknya tersangka dalam status penangkapan dan penahanan. Berdasarkan bukti-bukti BAP yang dijadikan termohon justru secara faktual disangkal langsung oleh tersangka utama, yakni Baginda Panuturi Aritonang SH.Karena hakim masih dengan paradigma lama, tidak punya keberanian moral untuk melakukan terobosan hukum, maka gugatan itu pun ditolak. Artinya pelanggaran HAM yang dilakukan oknum-oknum Poldasu dilegitimasi oleh oknum hakim yang bernama Dewa Putu.***

Tertanda
Dr Robert Valentino Tariga SPd

Kamis, 05 Juni 2008

Dr. Robert Valentino Tarigan


Memilih Jalan Terjal

Lelaki ini dikenal sebagai tokoh yang low profile. Meski ia telah begitu punya nama besar, penampilannya sangat bersahaja sekali. Begitu pula kondisi kantornya yang berada di Jalan Bantam No 6 A Medan, tak mencerminkan kemegahan serta kemewahan sedikit pun. Jalan hidupnya cukup berliku. Selain tokoh pendidikan, ia juga dikenal sebagai pejuang lingkungan.
Apa filosofi hidupnya sehingga begitu gigih berjuang melestarikan hutan hingga pengalamannya selama mendekam dalam tahanan belum lama ini?


Ikuti wawancara Harian GLOBAL dengan dokter yang menggantungkan stetoskop demi pendidikan ini.

Apa kira-kira filosofi hidup Anda sehingga memilih hidup di jalur yang terjal?

Mahatma Gandi menyebutkan "dunia ini mampu menampung kebutuhan manusia, tetapi dunia ini tidak akan sanggup memenuhi keinginan manusia". Artinya apa? Sebagai manusia, yang hidup di belahan bumi mana saja harusnya menyadari, kita hanya boleh mengambil apa yang bisa dikembalikan. Nah, karena keinginan manusia tanpa batas, inilah penyebab kerusakan- bahkan jika tak diatasi sesegera mungkin, kehancuran bumi (dunia) tempat kita bermukim yang hanya satu-satunya.


Lalu langkah apa yang harus dilakukan?

Kesadaran hanya mungkin hadir lewat pendidikan, bahwa jika manusia rakus mengeksploitasi alam sampai ke titik klimaks, akibatnya adalah bencana. Kini, hari demi hari kita telah sama merasakan perubahan iklim. Pada saat itu, di sana-sini kita saksikan bencana banjir, kekeringan, longsor dan sejenisnya. Ini merupakan tantangan terbesar dunia saat ini. Perubahan iklim adalah isu global yang membutuhkan respons global pula.

Tantangan besar apa yang Anda maksudkan?

Yang harus disadari bersama, kita hanya punya sebuah palen kecil, populasi yang berkembang dan sumber daya terbatas. Sekali lagi, kita harus memastikan bahwa kita hanya mengambil apa yang dapat dikembalikan.Kini, perubahan iklim bukan lagi masalah lingkungan, melainkan sesuatu yang mengancam perdamaian dan keamanan internasional, kemakmuran serta pembangunan.

Bisa Anda jelaskan, apakah negara berkembang seperti Indonesia dapat berperan serta dalam menangani masalah pemanasan global.

Tidak saja dalam ruang lingkup negara, kita pribadi-pribadi pun dapat berperan serta mengatasi pemanasan global. Ya, tindakan harus datang dari semua sektor, bisnis, perorangan dan pemerintah. Kita semua dapat terlibat dan membuat perubahan sebagai individu, keluarga, komunitas, kawasan, negara dan sebagai sebuah planet. Semua negara harus berperan dalam merespons perubahan iklim. Namun, negara kaya seperti Inggris, Uni Eropa (UE) dan negara-negara maju lainnya harus memimpin dan mengambil tanggung jawab lebih daripada negara berkembang.


Negara-negara kaya memang tak bisa menuntut bahwa ekonomi yang sedang tumbuh akan menangani perubahan iklim, jika tidak lebih dulu menunjukkan keseriusan dan menertibkan negaranya sendiri.Bagaimana konkretnya upaya tersebut?Sebagai negara berkembang, kita memang harus realistik. Sumber daya alam memang harus dieksplorasi untuk pembangunan dan kemajuan bangsa, tetapi jangan sampai dieksploitasi. Hutan, misalnya kan terbagi dua: hutan lindung dan hutan tanaman industri (HTI).

Hutan konservasi yang merupakan bagian dari hutan lindung, seyogianya sama sekali tidak boleh diganggu. Sedangkan hutan tanaman industri juga terbagi dua: hutan industri tetap dan hutan industri terbatas. Hutan industri tetap memang untuk industri, sedangkan hutan industri terbatas ini boleh dimanfaatkan tetapi dengan konsep tebang pilih. Nah, karena hanya mengikutkan keinginan (keserakahan), maka seluruh hutan dibabat habis. Ya, bencanalah yang kita dapatkan. Karena itu, kita harus membangun upaya-upaya domestik guna mencapai tindakan internasional. Singkatnya, berpikir global, bertindak lokal.

Apa kira-kira upaya individu untuk mengatasi pemanasan global dan melestarikan lingkungan?

Ada lima langkah yang dapat dilakukan individu untuk mendinginkan bumi dan melestarikan lingkungan:

1. Kurangi pemakaian plastik dan penggunaan bahan styrofoam. Plastik akan menghasilkan gas berbahaya ketika dibakar. Salah satu solusinya ketika berbelanja misalnya, Anda bisa membawa tas belanjaan sendiri untuk meletakkan berbagai barang, sehingga tidak menambah penggunaan plastik lebih banyak. Jika hal ini dilakukan oleh seluruh masyarakat dunia, lama-kelamaan plastik sebagai tas bawaan pun tidak akan diproduksi lagi. Demikian pula halnya dengan bahan styrofoam yang tidak mudah terurai alam sehingga mengontaminasi.

2. Tanamlah pohon di pekarangan rumah, terutama pohon berdaun besar yang dapat menyerap gas karbon dioksida di udara dengan maksimal. Cara ini juga dapat membantu udara di dalam rumah lebih sejuk dan bersih, sehingga mengurangi penggunaan AC. Kalaupun ingin menggunakan AC, sebaiknya atur temperaturnya agar tidak terlalu rendah. Tak perlu terlalu dingin jika Anda masih menggunakan selimut dengan celana panjang bukan? Dengan demikian, Anda pun secara langsung melakukan penghematan energi.

3. Matikan semua perangkat elektronik saat tidak digunakan dan pastikan tidak dalam kondisi stanby, karena hal ini juga dapat mengonsumsi energi.

4. Rawatlah kendaraan Anda dengan baik agar sisa pembakarannya tidak kotor yang menjadi salah satu sumber utama polusi udara dan menipiskan ozon.

5. Hemat pemakaian kertas, mengingat bahan bakunya berasal dari kayu. Semakin banyak pohon yang ditebang, bumi pun semakin panas. Di mana kira-kira keterkaitan pendidikan dengan lingkungan?

Perusakan lingkungan merupakan proses memarjinalkan serta memiskinkan masyarakat secara sistematis. Justru itu, kalau kita ingin negara ini baik, perbaikilah pendidikan. Adagium good education good nation, itu hal yang tak terbantah. Sedangkan perusakan lingkungan adalah proses pemiskinan masyarakat skala masif. Kalau masyarakat miskin tak berdaya, pastilah tidak punya akses apapun termasuk pendidikan. Makanya harus dilawan. Agar rakyat dapat berdaya, salah satu jalannya adalah dengan memperbaiki sistem pendidikan, sehingga sesuai kebutuhan, bukan angan-angan. Sebagaimana dikemukakan Gandi, kita harus tetap berpijak kepada kebutuhan, bukan keinginan apalagi angan-angan, sehingga tidak rakus melalap sumber daya alam. Dengan pendidikan yang membebaskan, anak didik berani berbuat-meskipun pada awalnya salah-tetapi kelak ia akan mendapatkan kebenaran hakiki.

Seiring dengan itu, anak didik pun akan tercerdaskan. Maka, anak didik akan tahu hak dan kewajibannya, termasuk hak dan kewajiban untuk memelihara kelestarian lingkungan. Valentino dilahirkan di sebuah desa yang sejuk di Tanjungmorawa Deliserdang. Masa kanaknya dijalani bersama orang-orang desa yang sederhana. Begitu juga semasa SD, ia menjalani hidup di panti asuhan. Itu pulalah sebabnya, Valentino sangat dekat dengan kehidupan orang-orang desa dan rakyat kebanyakan. Valentino tentu saja demikian akrab dengan pohon bahkan menyatu dalam kehidupannya.

Ya, Valentino meyakini pohon adalah kehidupan.Makanya, ketika suatu kali, keluarga menebang pohon mangga di halaman rumahnya, Valentino kecil, yang ketika itu berkisar 8 tahun meraung-meraung. Sahabatnya, sang pohon telah tumbang, telah mati dan berubah jadi kayu. Sang ibu tentu saja gelagapan membujuk Valentino kecil agar tak menangisi kematian sahabatnya (pohon mangga).

Itulah sedikit masa kanak lelaki yang dilahirkan 30 November 1963 ini, yang dibawa dalam benak hingga dewasa. Wajar saja, ketika ia melihat orang-orang dengan sesukanya menebangi pohon, Valentino berteriak. Gemanya sampai ke mana-mana. Tentu ada yang gerah. Valentino pun terus 'diincar'. Kalau perlu dicecar, bahkan dilumat sekalian. Tapi tak ada celah.

Terakhir, terkait kasus yang menimpa Anda baru-baru ini. Bisa Anda ceritakan kenapa sampai ditahan hingga 40 hari lebih di Poldasu?Selama ini memang ada pihak yang merasa terusik dengan advokasi hutan yang saya dan masyarakat lakukan. Tak sedikit teror harus saya rasakan: mobil ditabrak dari belakang, kantor BT/BS BIMA dikepung, pegawai ditabrak dan ke mana-mana selalu ada yang mengikuti. Karena pola hidup saya yang bersahaja, mereka tak dapat celah.

Syahdan seorang staf-entah dengan maksud apa-menyertakan logo Poldasu di dalam brosur bimbingan untuk ujian tulis calon Bintara. Celah itu pun terbukalah, saya kemudian ditahan di Poldasu. Sementara staf yang bernama Baginda Aritonang SH, ketika jadi tersangka tidak ditahan di polisi. Baginda ditahan saat berkasnya dilimpahkan ke Kejatisu.

Saya mulai ditahan Rabu (29/8), terkait masalah pemakaian logo Poldasu tanpa izin di brosur yang pencetakannya sama sekali tidak saya ketahui. Sekali lagi, yang mencetak brosur itu adalah staf. Karena kesalahan yang tidak saya ketahui itu, saya dijerat pasal 378 dan 228 serta harus masuk sel.

Saya adalah Direktur LSM Pelindung Bumimu yang mungkin sudah jadi TO (target operasi) pihak-pihak tertentu, seraya menunggu peluang (celah) untuk menjerat dan pada akhirnya meluluhlantakkan upaya saya bersama masyarakat luas menyelamatkan hutan.

Bagaimana Anda melakoni hari-hari selama dalam tahanan?

Saya memang benar-benar menderita di tahanan berbaur dengan beragam manusia, dari penjahat kelas teri sampai kelas kakap. Berbaur dengan orang yang terpaksa membunuh atau memang yang sudah kawakan. Tapi, tidakkah lebih menderita orang-orang yang selamat dari bencana banjir dan longsor akibat pencurian kayu besar-besaran?

Korban-korban itu hidup di tenda-tenda dalam keadaan dingin, kekurangan makanan, sanitasi yang buruk dan lain sebagainya. Sementara puluhan, ratusan bahkan ribuan nyawa meregang secara bersama-sama. Makanya, walaupun pahit, penderitaan ini harus saya pikul.Jujur saja, hari-hari di sel memang memuakkan. Siapa pun jika berada di dalam sel, pastilah merasa jerih, muak bahkan nausea. Tapi mau bilang apa lagi kalau sudah demikian adanya.

Pekerjaan-pekerjaan kantor harus saya selesaikan di tahanan. Hari-hari di sel saya rasakan demikian lambat, menyebalkan dan membuat depresi. Para piket yang terkadang agak longgar dan terkadang sangat kaku ini juga merupakan tekanan psikologis. Yang ironis, Jumat (7/9) panas badan saya mencapai 39 derajat C. Saya meriang dan menggigil. Tensi dokter Polda Sumut 170/120.

Terakhir panas badan saya 39 derajat C, saya menjerit-jerit kesakitan. Saya minta valium supaya bisa tidur dan tidak kesakitan, tetapi tak diberikan. Dari pukul 10 pagi hingga pukul 13.00 WIB baru datang bantuan pengobatan. Malam hari, kondisinya juga sama. Begitu keluarga memohon agar dirawat di RS, baru pukul 02.00 dinihari saya dibawa ke rumah sakit Brimob di Jalan KH Wahid Hasyim Medan. Usai itu, saya dibawa kembali ke Poldasu.

Tidakkah Anda melakukan upaya hukum?

Gugatan praperadilan saya kandas alias ditolak. Praperadilan seyogianya sebagai tempat untuk menguji sah tidaknya tersangka dalam status penangkapan dan penahanan. Berdasarkan bukti-bukti BAP yang dijadikan termohon justru secara faktual disangkal langsung oleh tersangka utama, yakni Baginda Panuturi Aritonang SH. Hakim mengatakan, prosedur penahanan sudah tepat.

Pijakan hakim adalah adanya surat penahanan dan BAP (Berita Acara Pemeriksaan). Apa langkah Anda selanjutnya?Jika kita tak mampu menyelesaikan masalah, biarlah waktu yang akan melakukannya. Ya, hanya waktu pulalah yang akan menjawab akankah perkara saya sampai ke pengadilan atau di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)-kan?


Nasib TS >> Global Medan
Monday 12 November 2007 - 13:14:15